Selasa, 16 Agustus 2011

TEORI PENDIDIKAN DAN KAITANNYA DENGAN NILAI-NILAI ISLAMI

TEORI PENDIDIKAN DAN KAITANNYA
DENGAN NILAI-NILAI ISLAMI
Oleh : Saiful Bahri Yusuf

A. PENDAHULUAN

1. Pengertian Pendidikan

Undang-undang nomor 2 Tahun 1989 merumuskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2000 merumuskan bahwa pendidikan merupakan “usaha sadar dan terus menerus untuk mengaktualkan fitrah manusia secara menyeluruh dalam rangka mewujudkan kualitas manusia yang memiliki keungulan kompetitif, baik kualitas iman dan taqwa, ilmu pengetahuan dan teknologi dan akhlakul karimah”. Selanjutnya Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 merumuskan pendidikan daerah adalah “memantapkan iman kepada Allah SWT ilmu dan amal serta membina akhlak, mengembangkan peserta didik dalam upaya meningkatkan mutu kehidupan yang bermartabat sesuai dengan ajaran Islam dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.
Dari kutipan di atas jelaslah bahwa pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar, sistematis dan kontiniu untuk mengembangkan potensi peserta didik baik kognetif, affektif maupun psikomotoris” . Kesemuanya itu diterima atau diperoleh dengan menggunakan akal sehat. Firman Allah dalam surat Ar-Ra’d ayat 19 yang artinya” Hanyalah orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran”. Selanjutnya Allah berfirman dalam surat An-Nahl ayat 43 yang artinyar ” Tanyalah kepada orang yang mengetahui (berilmu) bila kamu tidak mengetahuinya”.
Dalam pelaksanaan pendidikan selalu beroritansi pada sistem dan teori yang berkembang untuk mencapai tujuan yang diharapkan baik tujuan pengajaran maupun tujuan pendidikan itu sendiri. Adapun teori -teori pendidikan yang berkembang dan telah memberi pengaruh besar terhadap pembaharuan pendidikan yaitu teori empirisme, nativisme, naturalisme, konvergensi, parenialisme, progresifisme, esensialisme dan teori rekontruksionisme yang merupakan hasil penelitian para pakar pendidikan yang telah terbukti kebenarannya. Namun teori -teori tersebut, kemungkinan masih ada yang kurang sesuai dengan pandangan Islam. Atas dasar itulah penulis ingin mengkaji masalah tersebut, sehingga ditetapkan judul makalah ini “ Teori Pendidikan dan Kaitannya dengan Nilai-nilai Islami”
2. Tujuan Pendidikan
Bila pendidikan kita pandang sebagai suatu proses, maka proses tersebut akan berakhir pada tercapainya tujuan akhir pendidikan. Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang diinginkan. Nilai-nilai ideal itu mempengaruhi dan mewarnai pola kepribadian manusia, sehingg menggejala dalam prilaku lahiriahnya. Dengan kata lain prilaku lahiriah adalah cermin yang memproyeksikan nilai-nilai ideal yang telah mengaju di dalam jiwa manusia sebagai produk dari proses kependidikan.
Rumusan tujuan pendidikan merupakan pencerminan dari idealitas penyusunannya, baik institutional maupun individual. Oleh karena itu nilai-nilai apakah yang dicita-citakan oleh penyusun dari tujuan itu akan mewarnai corak kepribadian manusia hasil proses kependidikan. Dari berbagai negara atau lembaga, kita dapat memperoleh rumusan tujuan yang berbeda-beda subtansi nilainya.
6. Herbert Spencer mengatakan bahwa tujuan pendidikan itu adalah “ complete living” (hidup yang sempurna), yaitu pencapaian nilai-nilai hidup yang mempunyai keindividualan dan kesosilan.
7. Jean Jacques Rousseau mengemukakan bahwa tujuan pendidikan itu ialah “ harmoniuos self develotment” ( perkembangan diri yang harmonis)
8. M. J. Langeveld memformalsikan bahwa yang menjadi tujuan pendidikan adalah sesuatu keadaan dimana seseorang sudah dapat menentukan memilih sendiri mana yang baik dan mana yang buruk serta dapat mempertanggung jawabkannya.
9. Amerika Serikat yang menjadi pelopor sistem demokrasi liberal di dunia, mengetangahkan tujuan pendidikan pada terbentuknya manusia warna negara yang demokratis, taat kepada peraturan perundangan negara selaku warga negera serta memiliki kompetensi dalam mengelola kehidupan ekonomi yang bernilai cukup tingi.

3. Tujuan Pendidikan Islam
Kongres pendidikan Islam sedunia tahun 1980 di Islamabad menetapkan pendidikan Islam sebagai berikut : “ Pendidikan harus ditujukan ke arah pertumbuhan yang berkeseimbangan dari kepribadian manusia yang menyeluruh melalui latihak spiritual, kecerdasan dan rasio, perasaan dan panca indra. Oleh karenanya maka pendidikan harus memberikan pelayanan kepada pertumbuhan dan perkembangan manusia dalam semua aspeknya yaitu aspek spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah, ilmiah, linguistik, baik secar individual maupun secara kolektif serta mendorong semua aspek itu kearah kebaikan dan pencapaian kesempunaan”.
Tujuan akhir pendidikan terletak di dalam sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah pada tingkat individual, masyarakat dan pada tingkat kemanusiaan pada umunya. Menurut rumusan di atas, jelas nampak pada kita bahwa tujuan pendidikan Islam itu tidak sempit, melainkan menjangkau seluruh lapangan hidup manusia yang bertitik optimal pada penyerahan diri manusia kepada khaliknya Allah SWT.
Dalam menetapkan tujuan pendidikan, Islam mempertimbangkan posisi manusia sebagai ciptaan Tuhan yang terbaik dan sebagai khalifah filardhi. Bagitu pula tentang Islam yang rahmatan lil’alamin /universal, “ mengandung ajaran-ajaran yang konkrit, dapat disesuaikan dengan situasi setempat dan dengan kebutuhan zaman”. Muhammad Athiyat Al Abrosyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam” At Tarbiyah Al Islamiah wa falsatuha “, antara lain :
1. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Isalam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam Buistu Li utammima Makarimal Akhlak, dan bahwa mencapai akhlak yang sempurna adalah tujuan pendidikan sebenanya.
2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja, dan tidak hanya segi keduniaan saja, tetapi ia memandang persiapan untuk kedua kehidupan itu sebagai tujuan tertinggi dan terakhir bagi pendidikan seperti telah dikatakan.

Para pendidik muslim untuk menguatkan tujuan ini dapat dikaitkan dengan firman Allah dan sabda Rasulullah SAW antara lain :
a. Surat At-Tin, ayat 4 yang artinya “ sesungguhnya telah kami ciptakaan manusia itu dalam sebaik-baik bentuk (kejadian)”
b. Surat Al-An’am, ayat 165 yang artinya “ Dialah yang menetapkan kamu menjadi khalifah-khalifah dimuka bumi dan ditinggikannya sebagian kamu dari pada yang sebagian beberap derajat untuk mencobaimu dari hal apa saja yang diberikannya padamu….”
c. Surat Adfz-Dzariat, ayat 56 yang artinya “ Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaku”
d. Surat Al-An’am, ayat 162 yang artinya “ Sesungguhnya salatku dan ibadahku, dan hidup matiku hanyalah bagi Allah pendidik sekalian alam”
e. Surat At-Tharim, ayat 6 yang artinya “ hai orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksaan api neraka”.

Selanjutnya Sabda Nabi Muhammad SAW antara lain adalah sebagai berikut :
a. Artinya “ bekerjalah untuk dunia mu seakan-akan engkau akan hidup selama-lamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati brsok”
b. Artinya “ barang siapa menginginkan dunia (kabahagian hidup di dunia), maka hendaklah ia menguasai ilmunya, dan barang siapa menmghendaki akhirat (kebahagian hidup di akhirat ), hendaklah ia menguasai ilmunya, dan barang siapa menghendaki keduanya, maka hendaklah ia menguasai ilmu keduanya”

Kita sampai kepada kesimpulan bahwa bila para ahli pendidikan merumuskan tujuan umum pendidikan, hanya melihat dari aspek-aspek kemampuan kejiwaan anak didik yang diarahkan atau ditumbuh kembangkan kearah kederwaan/kematangan. Tujuan penddidikan Islam tekanan pada kemampuan manusia untuk mengelola dan memanfaatkan potensi pribadi, sosial dan alam sekitar bagi kesejahteraan hidup di dunia sampai dengan akhirat.
Kalau pendidikan umum hanya ingin mencapai kehidupan duniawi yang sejahtera baik dalam dimensi bernegera maupun bermasyarakat, maka pendidikan Islam bercita-cita lebih jauh yang bernilai transendental, bukan insidental atau aksidental didunia, yaitu kebahagian hidup setelah mati.
Jadi nilai-nilai yang hendak diwujudkan oleh pendidikan Islam adalah berdimensi transidental (melampaui wawasan hidup duniawi) sampai keukhrawi dengan meletakkan cita-cita yang mengandung dimensi nilai duniawi sebagai sarananya. Kehdupan di dunia merupakan sawah ladang yang harus dikelola sebaik-baiknya untuk dimanfaatkan sebagai sarana mencapai kebahagiaan hidup di akhirat nanti.
B. PEMBAHASAN
1. Teori Empirisme
Teori empirisme yang dipelopori oleh John Looke dari Inggris Tahun 1632 – 1704 mengajarkan bahwa” perkembangan pribadi ditentukan oleh faktor lingkungan”, sehingga dikenal sebagai teori ” Tabularasa” , yang berarti anak yang lahir bagaikan kertas putih, tetapi lingkunganlah yang mengotorinya. Nabi Muhammad SAW bersabda yang maksudnya ” Setiap anak yang dilahir bersih (fitrah) bagaikan kertas putih, tetapi yang memajusi dan menasranikan anak tersebut adalah orang tuanya”. Dengan demikian jelaslah bahwa setiap anak yang lahir yang mengotori atau merusah anak tersebut adalah lingkungan terutama lingkungan keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa teori ini sesuai dengan pandangan Islam.
2. Teori Nativisme
Teori nativisme yang dipelopori oleh Arthur Schopenhauer Tahun 1788-1860 dari Jerman. Menurut teori ini pembawaan yang bersifat kodrati dari kelahiran yang tidak dapat diubah oleh pengaruh alam sekitar atau pendidikan, sehingga teori ini dikenal sebagai filsafat idealisme yang menganggap perkembangan pribadi hanya ditentukan oleh faktor hereditas, faktor dalam yang berarti kodrati. Menurut pandangan Islam menusia dapat diprngasruhi oleh pengaruh dari luar dirinya, seperti situasi . Hal ini sesuai dengan Sabda nabi Muhammad SAW yang maksudnya ” Bisa saja kemiskinan itu akan membuat sesorang menjadi kekufuran”. Dengan demikian teori ini kurang sesuai dengan pandangan Islam.
3 Teori Naturalisme
Teori naturalisme yang dipeloporasi oleh J.J. Rousseau tahun 1712-1778 dari Perancis. Menurut teori ini ” Semua adalah baik pada waktu baru dari datang dari tangan Sang pencipta, tetapi semua menjadi buruk di tangan manusia”. Russeau berpendapat bahwa semua anak yang baru lahir mempunyai pembawaan yang baik. Namun pembawaan yang dibawa sejak lahir itu menjadi rusak oleh tangan manusia. Firman Allah dalam surat A-Tiin ayat 4 yang artinya”Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Dengan demikian teori ini relavan dengan pandangan Islam
4 Teori Konvergensi
Teori konvergensi yang dipelopori oleh Wiliam Stern Tahun 1871 –1938, menurut teori ini perkembangan pribadi sesungguhnya proses kedua fasktor yaitu faktor intern ( potensi heraditas) dan faktor ekstern ( lingkungan) baik lingingan keluarga, masyarakat maupun sekolah. Firman Allah dalam surat Ai-Ankabut ayat 43 yang artinya ” Tidaklah mereka mampu menalar, kecuali orang yang berilmu”. Dipihak lain Nabi Muhammad SAW menegaskan yang maksudnya ”Menuntut ilmu dari ayunan sampai keliang lahat” .
Selanjutnya Nabi bersabda yang artinya ” Siapa yang ingin memperoleh kebahagian hidup di dunia dengan. Barang siapa yang ingin peroleh kebahagian hidup diakhirat dengan ilmu dan barang siapa ingin mengeroleh kebahagian keduanya juga dengan ilmu” , kemudian beliau menegaskan” sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang paling banyak manfaatnya untuk manusia”. Firman dan hadits ini menunjukkan bahwa pentingnya ilmu menurut konsep Islam yang diperoleh dari berbagai lingkungan melalui akal. Dengan demikian faktor intern dan ekstern mempengaruhi kehidupan manusia untuk menuntut ilmu ,maka teori ini sesuai dengan pandangan Islam.
5. Teori Perenialisme
Teori perenialisme dipelopori oleh Robert M. Hutehis dan Adler tahun 1936.
a. Teori ini mempnunyai 6 macam prinsip adalah :
1. Meskipun lingkungan berbeda, hakikat manusia tetap sama dimana-mana, karena itu pendidikan haruslah sama unuk semua orang. Nabi Muhammad SWA bersabda yang artinya” Tuntutlah Ilmu walau ke negeri Cina”.
2. Karena akal pikiran adalah atribut manusia yang tertinggi, ia harus mernggunakan akal pikirannya dalam bertindak sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
3. Tugas pendidikan adalah untuk memberi pengetahuan tentang kebenaran. Firman Allah dalam Surat Ali Imran ayat 104 yang artinya ” Hendaknya ada diantara kamu kelompok manusia yang menyeru kebaikan”.
4. Pendidikan bukanlah kehidupan yang palsu atau meniru-meniru kehidupan (imitation of life), tetapi adalah suatu persiapan untuk hidup.
5. Kepada siswa harus diajarkan pelajaran-pelajaran dasar tertentu yang akan memperkenalkan mereka dengan kelanggengan dunia ini.
6. Siswa haruslah mempelajari ilmu pengetahuan yang bermafaat dan benar. Firman Allah dalam surat Al-Ashr ayat 3 yang artinya ” Dan mereka saling nasihat menasihati supaya (mentaati0 kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran”
b. Pandangan Teori perenialisme tentang :
1. Dunia : bersifat dualistis yaitu dunia materi dan rohani atau jiwa ( Plato dan Aristoteles)
2. Manusia : manusia adalah binatang berakal budi, yang dengan pengembangan potensi-potensi rasionalnya, dapat benar-benar menjadi ” manusia”. Firman-Nya dalam surat Al-Sajdah ayat 7-9 yang artinya” Yang mambuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan memulai ciptakan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari sari pati mani. Kemudian Dia menyempurnakan dan meniup ke dalam (tubuh)nya roh ciptaan-Nya dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, tetapi sedikit sekali kamu bersyukur”. Firman Allah dalam surat Al-Hujuraat ayat 13 yang artinya” Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari serang laki-laki, seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah orang bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha mengenal”. Pandangan ini, kurang relevan.
3. Teori pengetahuan: (1) melatih jiwa untuk berfikir secara logis, (2) memperkenalkan siswa pada inti kebudayaan Barat dan (3) melatih siswa menggunakan prinsip-prinsip kebenaran
4. Nilai-nilai : mementingkan penghargaan dan kepatuhan terhadap nilai-nilai kebenaran Dan kebaikan dan kepada orang-orang yang mewakili/ menganjurkan nilai-nilai tersebut
5. Teori pendidikan : pendidikan adalah mendisiplinkan seseorang dimana potensi akal budinya dapat dikembangkan.
6. Manusia dan masyarakat : dalam hubungan dengan masyarakat, manusia dan masyarakat mempunyai peranan yang kecil dari alam semesta. Kebudayaan yang berbeda-beda dipandang kurang berarti.
Berdasarkan pandangan teori ini terhadap manusia adalah binatang berakal budi, kurang sesuai dengan pandangan Islam.
6 Teori Esensialisme
Teori esensialisme berkembang pertama kali di Amerika yang dipelopori oleh William C. bagley, Thomas Briggs, Arthur Bestor dan Mortimer Smith.
a. Prinsip teori ini terhadap nilai-nilai pendidikan adalah :
1. Belajar pada hakekatnya meruapak suatu pekerjan yang berat dan sering tidak ingin digunakan.
2. Inisiatif dalam pendidikan harus ada pada guru bukan pada murid.
3. Sekolah hendaklah memperhatikan menggunakan cara-cara tradisional mengenai disiplin mental.
4. Pengetahuan pada hakikatnya abstrak dan tidak dapat dipecah-pecah menjadi masalah-masalah yang terpisah.
b. Pandangan Teori essensialisme tentang :
1. Dunia : melihat dunia sebagai dunia materi
2. Manusia : manusia adalah anggota masyarakat yang produktif dan berfungsi dan terlihat terutama dari pekerjaan dan oleh kemampuan dibidang materil. Manusia adalah pekerja, bukan terutama sebagai pemikir.
3. Teori pengetahuan : pengetahuan adalah “know how”, isinya fakta-fakta yang banyak beroriantasi pada yang praktis, keterempilan yang perlu untuk pekerjaan, dan keberhasilan dibidang keuangan dalam hidup. Pendidikan kejuruan diutamakan.
4. Nilai-nilai : bertolak dari nilai-nilai etika protertan, mementingkan kerja keras kompetisi, keberhasilan materil juga patriotisme, hukum dan kesatuan kerja sama.
5. Teori pendidikan : pendidikan adalah menanamkan nilai-nilai kebudayaan pada murid, melatih mereka pada keterampilan-keterampilan khusus untuk dapat bekerja sebagai anggota masyarakat yang produktif merupakan tujuan pendidikan yang lebih diumatamakan.
6. Manusia dan masyarakat : menusia mengisi kehidupannya dengan keberhasilan memiliki kedudukan yang baik dalam masyarakat. Ia tidak memikirkan dan menciptakan sesuatu yang baru untuk masyarakat. Sifat-sifat penting yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat ditentukan oleh generasi tua.
Dari prinsip dan pandangan teori ini masih banyak yang kurang sesuai bahkan bertentangan dengan pandangan Islam
7. Teori progresif
Teori progresif yangd ipelopori oleh jhon Dewy dan Wiliam James pada 1915 di Amerika Serikat.
a. Prinsip Teori progresif terhadap pendidikan yaitu :
1. Pendidikan harus merupakan kehidupan itu sendiri, bukan suatu persiapan untuk hidup.
2. Belajar haruslah secara langsung berhubungan atau berkaitan dengan minat murid-murid.
3. Belajar melalui pemcehan masalah (problem solving) haruslah lebih diutamakan dari pada penguasaan materi pelajaran
4. Perenan guru bukanlah memberi pengarahan-pengarahan tetapi memberi nasehat-nasehat yang diperlukan.
5. Sekolah haruslah menggalakkan kerja sama dan bukan kompetisi
6. Hanya dengan cara-cara demokrasi yang dapat memungkinkan pikiranpikiran dan kepribadian berkembang secara bebas.
b. Pendangan teori progresifisme tentang :
1. Dunia : dunia materi yang terus berubah secara progresif menjadi lebih baik
2. Manusia : manusia dipandang sebagai makhluk yang aktif, berkerja sama untuk memperoleh tata sosial yang lebih baik. Manusia melihat dirinya sendiri sebagai manusia seutuhnya.
3. Teori pengetahuan : perlu berpikir ilmiah dengan cara induktif, manusia belajar dengan memecahkan problem-problem melalui coba-coba salah (treal and errol) belajar adalah suatu proses” rekontruksi”, dimana manusia memberi arti kepada setiap pengalamanya dan mengontrol pengalamannya untuk kepentingan kehidupannya masa depan.
4. Nilai-nilai : Nilai bersifat relatif, tidak mutlak. Mengembangkan nilai pragmatif dengan cara treal and errol. Prioritas diletakkan pada nilai ilmiah dan proses demokrasi serta usaha kooperatif untuk membangun masyarakat yang lebih baik
5. Teori pendidikan : sekolah dipandang sebagai bentuk kecil dari masyarakat dimana melalui sekolah, unsur-unsur, proses dan nilai-nilai dalam masyarakat itu dapat diuji secara kritis, sehingga dengan demikian dapat diadakan reformasi terhadap masyarakat itu agar menjadi lebih baik.
6. Manusia dan masyarakat : manusia idividu bekerja dalam masyarakat secara demokratis untuk mencapai tujuan-tujuannya. Masyarakat harus sepenuhnya terbuka sehingga semua orang dapat berpartisipasi untu kelangsungan kemajuan masyarakat itu.
Dengan memperhatikan prinsip dan pandangan teori ini secara mendalam, jelaslah bahwa teori ini kurang sesuai dengan pandangan Islam
8 Teori Rekontruksionisme
Teori rekontruksionisme dipelopori oleh Jhon Dewy pada tahun 1920, dipandang sebagai aliran terbaru dalam filsafat pendidikan, namun pengikut aliran ini berpendapat bahwa mareke adalah pendukung progresifisme yang konsekwen. Karena mereka bertujuan untuk membangun kembali masyalrakat dan mengatasi krisis kebudayaan yang sedang berlangsung. Lembaga pendidikan (sekolah) menurut mareka harus mampu mengadakan penafsiran kembali nilai-nilai dasar peradaban terutama peradaban Barat sehingga sesuai dengan pancaran ilmu pengetahuan kurun ini.
a. Ide pokok teori rekotruksinisme tentang pendidikan antara lain :
1. Pendidikan harus bertujuan menciptakan sosial orde yang baru (tata sosial yang baru).
2. Masyarakat baru seharusnya masyarakat yang benar-benar demokratis, dimana para pekerja yang mengawasi semua lembaga dan sumber-sumber yang penting.
3. Anak, sekolah dan pendidikan dipengaruhi oleh kekuatan-keuatan sosial dan kebudayaan. Sekolah harus membantu seseorang untuk belajar bagaimana harus berpartisipasi dalam perencanaan sosial.
4. Guru harus menyakinkan murid-muridnya akan kebenaran dan pentingnya perubahan (pikiran-pikiran rekontruksionisme), tetapi dengan menghargai prosedur demokrasi.
5. Alat dan tujuan pendidikan harus dirubah seluruhnya untuk dapat memenuhi tuntutan kebudayaan sekarang dan haruslah sejalan dengan hasil-hasil yang dicapai dalam ilmu tentang tingkah laku.
Dari ide teori ini jelaslah bahwa tidak menjurus kepada pembentukan masyarakat madani. Dengan demikian teori ini masih kurang sesuai dengan pandangan Islam.





























C. PENUTUP
1. Kesimpulan
• Pendidikan adalah merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar, sistematis dan kontiniu untuk mengembangkan potensi peserta didik baik kognetif, affektif maupun psikomotoris .
• Firman Allah dalam surat Ar-Ra’d ayat 19 yang artinya” Hanyalah orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran”. Selanjutnya Allah berfirman dalam surat An-Nahl ayat 43 yang artinya ” Tanyalah kepada orang yang mengetahui (berilmu) bila kamu tidak mengetahuinya”.
• Adapun teori-teori pendidikan yang berkembang dan telah memberi pengaruh besar terhadap pembaharuan pendidikan yaitu teori empirisme,nativisme, naturalisme, konvergensi, parenialisme, progresifisme, esensialisme dan teori rekontruksionisme yang merupakan hasil penelitian para pakar pendidikan yang telah terbukti kebenarannya.
• Hasil kajian terhadap delapan teori pendidikan ada tiga teori yang sesuai dengan pandangan Islam dan lima teori pendidikan masih ada hal-hal yang kurang sesuai dengan pandangan Islam. Adapun teori pendidikan yang sesuai dengan pandangan Islam adalah : teori empirisme, naturalisme dan teori kovergensi. Sedangkan teori pendidikan yang masih ada hal-hal kurang sesuai dengan pandangan Islam adalah Nativisme, peranialisme, esensialisme, progresifisme dan rekotruksialisme
• Konsep Islam tentang pendidikan antara lain :
1) perintah Allah yang pertama kepada manusia adalah mencari ilmu pengetahuan, sesuai dengan firman-Nya dalam surat Al’Alaq ayat 1-5 yang artinya” Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Paling Pemurah yang mangajar manusia dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahui”.
2) Menuntui Ilmu tidak ada batas waktu, tempat dan jenis kelamin sebagaimana Sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya” Tuntutlah ilmu mulai dari ayunan sampai ke liang lahat”, dihadis yang lain beliau menegaskan yang maksudnya ” Tuntutlah ilmu walapun ke negeri Cina”. Selanjutnya Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya Menuntut ilmu wajib (fardhu) bagi laki-laki dan wanita”.
3) Pandangan Islam terhadap orang yang berilmu dan beriman akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman-Nya dalam surat Al-Mujadalah ayat 11 yang artinya ” Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang yang diberilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
2. Rekomendasi
• Tuntutlah ilmu setinggi-tinginya, tetapi diamalkan. Kerena ilmu tanpa amal bagaikan kayu tak berbuah dan beramal tanpa ilmu sia-sia
• Menuntut ilmu itu wajib, karena beribadah tanpa ilmu sia-sia (agama tidak membernar taqlt terus-menuerus) dan orang - orang bodoh menjadi santapan orang – orang yang pandai, sehingga pujangga Arab mengatakan tidaklah yatim sesorang karena meninggal dua orang tua, tetapi yatim sesorang tidak mempunyai ilmu dan adab.
• Dengan ilmu seseorang menjadi pemimpin, tetapi ingat setiap yang dipimpin akan dipertanggung jawabkan dihadap Allah SWT nantinya.
• Untuk memperoleh kebahagian hidup dunia dengan ilmu, kebahagian akhirat dengan ilmu dan kebahagian keduanyapun dengan ilmu. Oleh kerane jadikanlah diiri kita semua bagaikan orang yang haus terhadap ilmu, orang yang sedang menuntut ilmu selalu dalam lindungan Allah dan diberikan berbagai kemudahan.

PENGARUH KEDISIPLINAN GURU DAN KAITANNYA DENGAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

PENGARUH KEDISIPLINAN GURU DAN KAITANNYA
DENGAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
Saiful Bahri Yusuf


A. Pendahuluan
Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang tugasnya sangat mulia dalam membina, mendidik, membimbing dan melatih sejumlah manusia secara teratur dan kontiniu. Sebagaimana kita ketahui bahwa berhasilnya anak didik adalah karena pandainya guru dalam mengajar, kepribadian guru sangat menentukan dalam pendidikan, apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik ataukah menjadi perusak dan penghancur masa depan anak didik terutama anak-anak yang masih kecil
Para pendidik perlu menyadari dan menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam berbagai pengetahuan yang dibarengi dengan contoh dan teladan serta disiplin, karena disiplin merupakan latihan bathin agar segala tindakan dan tingkah laku seseorang selalu mentaati peraturan-peraturan yang berlaku dan tidak bertentangan dengantata tertib yang telah digariskan. Guru sebagi penegak disiplin, baik di dalam kelas maupun di luar kelas, guru harus menjadi teladan bagi terlaksananya suatu disiplin juga harus membimbing muridnya sebagai anggota masyarakat yang disiplin.
Dengan demikian jelaslah bahwa disiplin sangat mempengaruhi dalam meningkatkan mutu pendidikan sebab dengan adanya disiplin semua ketentuan dan tindakan terutama mengenai proses belajar mengajar di sekolah dapat berjalan dengan baik dan lancar. Di sekolah guru memegang peranan yang sangat menentukan kelancaran proses belajar mengajar, karena tanpa guru tidak mungkin proses blajar mengajar dapat berjalan. Oleh sebab itu kedisiplinan guru sangat menentukan atau mempengaruhi disiplin yang lainnya, karena siswa pada suatu sekolah dipengaruhi oleh guru-gurunya.
Darwis A. Sulaiman (1979:128) menjelaskan bahwa “keberhasilan pendidikan di sekolah guru memegang peranan penting, karena guru merupakan panutan bagi murid-muridnya bahkan guru tidak hanya panutan bagi murid-muridnya, tetapi juga merupakan contoh teladan bagi masyarakat lainnya. Dengan demikian jelaslah bahwa jika guru di suatu sekolah disiplin, maka personil lainnya terutama murid-muridnya akan disiplin juga”.
Uraian di atas menunjukkan bahwa kedisiplinan guru sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Kedisiplinan guru juga dipengaruhi oleh sikap prilaku dan tindakan pimpinan suatu sekolah. Dengan demikian disiplin guru mempengaruhi dan dipengaruhi oleh berbagai unsur lainnya.
1. Permasalahan
Adapun yang menjadi permasalahan pembahasan ini adalah :
a. Kedisiplinan dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Dengan demikian jelaslah bahwa kedisiplinan guru dapat mempengaruhi mutu pendidikan disuatu sekolah, karena guru motor penggerak pada suatu sekolah.
b. Apabila suatu lembaga terutama lembaga pendidikan tidak menerapkan suatu disiplin, maka disiplin nasional tidak akan terwujud, disiplin nasional diawali oleh disiplin pribadi seperti kedisiplinan guru pada suatu sekolah. Jika semua guru sudah menerapkan disiplin dalam jiwanya masing-masing maka proses belajar mengajar di sekolah tersebut dapat berjalan dengan baik dan lancar, maka mutu pendidikan akan meningkat.
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan pembahasan adalah untuk mengetahui :
a. Fungsi disiplin di sekolah
b. Tujuan disiplin bagi guru
c. Jenis-jenis disiplin yang diterapkan oleh Guru di Sekolah
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin bagi guru di sekolah
e. Pengaruh Kedisiplina Guru dan kaitannya dengan mutu pendidikan
2. Manfaat Pembahasan
Dari tujuan di atas pembahasan ini diharapkan agar dapat :
a. Menjadi bahan masukan bagi semua pihak terhadap fungsi kedisiplinan bagi para guru dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
b. Menambah wawasan dan bahan acuan bagi penulis sendiri dan para pembaca lainnya dalam menerapkan disiplin di sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan


C. Pembahasan
Disiplin adalah mematuhi ataumentaati setiap peraturan yang berlakuatau melaksanakan tugas sesuai denganketentuanyang telah ditetapkan. Disiplin ini terbagi tiga yaitu disiplin pribadi, disiplin sosial da disiplin nasional. Dengan demikian jelaslah bahwa disiplin nasional diawali dengan disiplin pribadi.
1. Fungsi disiplin di sekolah
Kedisiplinan di sekolah harus diutamakan, karena disiplin merupakan langkah awal untuk menuju tercapainya pendidikan dan pengajaran, tidak mungkin pendidikan dan pengajaran dapat berjalan dengan baik jika disiplin pada suatu sekolah kurang dilaksanakan, pengajaran dapat dikatakan maju bila mana murid-murid dapat belajar efektif, maka murid akann memperoleh pngalaman pndiikan yang baik, hal ini dapat tercapai apabila guru-guru mengindahkan nilai-nilai disiplin yang baik dan sempurna.
Fungsi disiplin disekolah adalah untuk mengarahkan, membimbing dan membina semua unsure yangada disekolah tersebut, baik dewan guru, siswa maupunpihak lainnya. Dengan mentaati da mengikuti disiplin sebagaimana mestinya, maka proses belajar mengajar dengan mudah dapat tercapai, karena semua unsure sudah mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing.
Sehubungan dengan hal di atas maka dalam bab ini berturut-turut menjelaskan mengenai tujuan disiplin yang diterapkan oleh guru di sekolah, faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin bagi guru disekolah, peranan disiplin di sekolah dan kaitannya dengan mutu pendidikan.
2. Tujuan disiplin bagi guru
Tujuan disiplin bagi guru di sekolah adalah untuk dapat meningkatkan kualitas, atau mutu pendidikan pada suatu sekolah. Karena dengan adanya suatu peraturan, tata tertib, norma-norma dan ketentuan-ketentuan yang harus ditekuni dan ditaati serta dilaksanakan oleh guru disekolah, maka sekolah tersebut akan lebih baik dan sempurna. Disamping itu disiplin dapat meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran, hal ini disebabkan karena adanya suatu ketertiban dan keteraturan. Sehubungan dengan hal terebut di atas, A.G. Sujono (1987 : 27) menegaskan bahwa “tidak mungkin pendidikan dan pengajaran dapat berjalan dengan baik, jika keadaan tidak tertib, segala sesuatu telah tercapai dalam suasana teratur apabila tingkah laku para murid terikat oleh peraturan, sebaliknya keadaan dapat terlambat bahkan kadang-kadang tidak akan tercapai tujuan kalau peraturan, tat tetib di langgar”.
Berdasarkan uraian di atas dapatlah dikatakan bahwa tanpa disiplin disekolah kmungkinan tujuan pendidikan dan pengajaran tidak akan tercapai, dengan tidak tercapainya tujuan pndidikan da pengajaran, maka mutu pendidikan akan merosot, justru itu dapat dikatakan bahwa tujuan disiplin bagi guru disekolah adalah untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan dan mutu sekolah, untuk mncapai tujuan pendidikan dan pengajaran serta untuk mengarahkan sekolah tersebut kearah yang lebih baik dan sempurna.
Untuk tercapainya tujuan diatas, maka di sekolah yang sebaik mungkin, serta disiplin yang diterapkan itu harus jelas fungsi dan tujuanya apakah tujuan tersebut diarahkan kepada guru, atau siswa, karena tidak akan berjalan dan tercapai tujuan dengan cara memaksa atau kekerasan. S. Nasution (1986:17) merumuskan sebagai berikut :
Ketertiban tercapai bukan dengan kekerasan atau dengan paksaan dari guru, melainka karena patuh akan peraturan, ketertiban akan tetap mereka pelihara sekalipun tidak ada guru di dalam kelas yang menguasai mereka, anak-anak itu akan sanggup mendisiplinkan dirinya sendiri dan dengan itu mereka telah melangkah kearah kedewasaan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa tujuan disiplin bagi guru di sekolah memegang peranan yang sangat penting yang bertujuan untuk membimbing, membina dan mengarahkan sekolahnya ketingkat yang lebih tinggi dan sempurna.
Kedisiplinan diperlukan oleh setiap orang dimana saja ia berada, baik di kantor, di asrama, di rumah dan disekolah-sekolah sebaga lembaga pendidikan formal. Disiplin dibutuhkan dalam pergaulan sehari-hari di sekolah dalam hubunganya antara siswa dengan siswa, guru dengan guru siswa dengan grunya supaya segala sesuatu dapat berjalan dengan baik sebagaiana yang diharapkan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Guru bersama siswa melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
Dengan demikian untuk tercapainya disiplin bagi guru di sekolah diperlukan diperlukan kerja sama antara guru dan murid serta pihak lain yang turut mendukung dan membina tentang rencana dan program yang akan dijalankan ol guru, karena tidak mungkin tercapai tujuan sesuatu jika tidak ada kerja sama secara terpadu yang saling dukung mendukung demi untuk tercapainya disiplin bagi guru di sekolah. Guru diharapkan mempunyai kmauan dan kemampuan yang inggi dalam dunia pendidikan, dan punya tanggung jawab yang tinggi untuk dapat tercapainya disiplin yang baik.
3. Jenis-jenis disiplin yang diterapkan oleh Guru di Sekolah
Sebagaimana kita ketahui bahwa banyak jenis di siplin yang diterapkan oleh setiap orang di mana saja ia berada menurut tujuan yang ingin dicapai masing-masing. Juga dalam dunia pendidikan banyak jenis disiplin yang diterapkan oleh guru di sekolah yang tujuannya adalah untuk mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran, serta untuk mempertinggi mutu pendidikan. Karena salah satu usaha guru untuk mencapai tujuan tersebut di atas adalah dengan menerapkan berbagai disiplin yang sesuai dengan tempat, waktu dan keadaan. A.G. Sujono (1987 : 17), membagi disipin sebagai berikut :
1. disiplin mengenai pengaturan waktu
2. disiplin guru dan pegawai lainnya.
3. disiplin mengenai siswa
4. disiplin tentang administrasi sekolah
5. disiplin nasional
Dari uraian di atas dapat disimpulka bahwa ada beberapa jenis disiplin yang harus diterapkan di sekolah.Untuk lebih jelas kelima disiplin tersebut penulis akan menjelaskan satu persatu sebagai berikut :
3.1 Disiplin mengenai waktu
Waktu dalam kehidupan manusia sangatlah penting dan berharga, waktu tidak pernah berhenti menunggu kita, oleh sebab itu dalam kehidupan siapa saja berada selalu harus menjaga dan menggunakan waktu sebaik mungkin.
Oleh karena itu bagi guru di sekolah mengatur peraturan dan tata tertib yang sebaik mungkin tentang segala aspekyang berhubugan mengenai waktu, apakah waktu istirahat meupun mengenai kurikulum yang sesuai dengan perkembangan zaman sangatlah penting.
Mengenai tata tertib kehadiran gruru dan pegawai lainnya diadakan absen, sedangkan untuk siswa juga harus di adakan absen jika terlambat, berarti melanggar tata tertib,ia harus menerima sanksi atau ganjaran yang setimpal atau yang sudah ditentukan sebelumnya.
Dari penjelasan di atas dapatlah disimpulkan bahwa waktu itu adalah penting dalam kehidupan, karena waktulah yang mnentukan sesuatu dan waktu itu tak pernah menunggu orang yang lengah atau dengan kata lain orang yang tidak disiplin. Dengan demikian kedisiplinan di sekolah mngenai waktu harus benar-benar diterapkan demi tercapainya tujuan pendidikan dan pengajaran serta mempertinggi mutu pendidikan.
3.2 Disiplin guru dan pegawai lainnya
Sekolah merupakan tempat berlangsungnya proses belajar mengajar, yang didalmnya terlibat guru dan murid seta pegawai lainnya yang dikoordinir oleh kepala yang lazim disebut sebagai kepala sekolah. Dalam hal ini untuk mencapai tujuan pndidikan di sekolah para guru memegang peranan penting baik sebagai tenaga pendidik maupun sebagai tenaga pengajar di sekolah, maju mundurnya suatu sekolah merupakan tanggung jawab guru dan pegawai lainnya yang diawasi dan dikoordinir oleh seorang kepala sekolah. Untuk menjaga agar mutu pendidikan itu tetap terjaga dan tinggi tujuan pendidikan akan tercapai, guru sebagai tenaga pengajar dan pendidik selalu berusaha dan menciptakan disiplin dalam segala aspek yang berhubungan dengan sekolah dimana ia bertugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dengan demikian guru pada suatu sekolah merupakan tulang punggung penggerak sekolah dimana ia bertugas untuk mencapai kearah yang lebih baik dan sempurna, untk itu guru harus memiliki sikap, tingkah laku dan kepribadian yang baik dan terpuji serta berwibawa, karena murid atau siswa yang di didik sedikitnya akan seperti gurunya. Dr. Zakiah Darajad merumuskan sebagai berikut :
Tingkah laku atau moral guru pada umumnya merupakan penampila lain dari kepribadiannya, bagi anak didiknya yang masih kecil, guru adalah contoh teladan yang sangat penting dalam pertumbuhannya, guru adalah orang pertama sesudah orang tua yang mempengaruhi pembinaan kepribadian anak didik, kalaulah tingkah laku atau akhlak guru tidak baik, pada umumnya akhlak anak didikpun akan rusak olehnya, karena anak mudah terpengaruh oleh orang yang dikaguminya, atau dapat juga menyebabkan anak didik gelisah, cemas atau terganggu jiwanya karena ia menemukan contoh yang berbeda atau berlawanan dengan contoh yang selamanya didapatkan d ruma dari orang tuanya.

Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa sikap, tingkah laku dan kepribadian guru sangat mempengaruhi sikap dan kepibadian anak didik, karena seorang anak ia mendapat pembinaan dan didikan dari guru merupakan didikan dan binaan yang utama diterima sesudah di rumah dari orang tuanya.
Disamping itu guru merupakan tulang punggung untuk menggerakkan dan menciptakan tujuan disuatu sekolah dan tujuan pendidikan. Untuk itu di sekolah diciptakan tatatertib dan peraturan yang cocok dan tepat serta sesuai dengan waktu, tempat dan keadaan.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, A.G Sujono merumuskan sebagai berikut : “Tidak mungkin pendidikan dan pengajaran dapat berjalan dengan baik, jika keadaan tidak tertib. Apabila tingkah laku para murid terikat oleh peraturan dan sebaliknya keadaan dapat terlambat dan kadang-kadang tidak tercapai karena peraturan dan tata tertib dilanggar”.

Dari kutipan di atas dapat dikatakan bahwa guru tanpa penerapan disiplin yang sesuai di sekolah cenderung tujuan pendidikan dan pengajaran tidak akan tercapai. Untuk tercapainya tujuan tersebut dan untuk mempertinggi mutu pendidikan bukan suatu pekerjaan yang mudah, oleh karena itu para guru dan pegawai lainnya yang dipimpin oleh seorang kepala sekolah, menciptakan berbagai peraturan yang diterapkan untuk para guru dan pegawai lainnya yang dipimpin oleh seorang kepala sekolah, menciptakan berbagai peraturan yang diterapkan untuk para guru dan pegawai lainnya.
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa jika guru sudah melakukan tugasnya dengn disiplin sebagaimana yang telah ditentukan sebelumnya maka tujuan akan tercapai sebagaimana mestinya. Disamping iu kepala sekolah tidak mungkin menjaga dan menjalankan semua tugas sekolah sendiri tanpa kerjasama secara terpadu dengan dewan guru, pegawai, siswa dan orang tua murid serta masyarakat sekitarnya secara tertib, teratur, kontinyu dan disiplin.
3.3 Disiplin Siswa
Siswa-siswa adalah sebagai subjek didik yang akan menerima bimbingan, binaan da arahan sejumlah ilmu pengetahuan disekolah dari gurunya, untuk memperoleh itu siswa dalam mengikuti pelajaran harus dalam keadaan aman, tertib, dan teratur, oleh karena itu perlu kiranya untuk terjaminnya ketertiban dan keamanan suatu peraturan tertentu secara disiplin.
Bagaimanapun peraturan dan disiplin diterapkan bagi siswa, tetapi ada juga yang ingin melanggarnya terhadap ketentuan yang telah ditentukan. Hal ini disebabkan oleh jiwa dan tngkah laku siswa yang beraneka ragam, siswa yang bergaul dan tinggal di lingkungan yang beraneka ragam dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku si anak. B. Simanjuntak menjelaskan sebagai berikut :
Lingkungan tempat anak berpijak sebagai mahluk sosial ialah masyarakat. Manusia sebagai mahluk tidak dapat melepaskan dirinya dari masyarakat, anak dibentuk oleh masyarakat an dia sebagai anggota membutuhkan masyarakat. Kalau pembentukan masyarakat itu baik maka akan membawa anak kepada pembentukan tingkah laku yang baik tidak dapat membuat kelakuan seseorang anak menjadi jahat karena anak-anak sifatnya meniru.

Dari kutipan di atas dapatlah dikatakan bahwa disiplin bagi siswa sangat penting pada suatu sekolah, karena jumlah siswa yang sekian banyak juga yang mempunyai sifat dan tingkah laku yang berbeda-beda hal ini dipengaruhi oleh latar belakang keluarga, lingkungan dan masyarakat sekitarnya dimana anak itu tinggal. Untuk ketertiban dan keamanan situasi belajar mengajar, maka siswa harus dibatasi dengan suatu peraturan, tata tertib sekolah, karena apabila siswa kurang adanya peraturan disiplin cenderung proses belajar mengajar tidak dapat berjalan dengan lancar sehingga tujuan tidak tercapai.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas S. Nasution menjelaskan sebagai berikut : “Jika suatu sekolah tidak ada tata tertib tentang disiplin murid maka murid sering ribut dalam kelas, mengganggu temannya, tidak melakukan tugasnya sering membolos bahkan melawan gurunya, maka disini sudah barang tentu tidak akan mncapai tujuan pendidikan yang diharapkan oleh sekolah”.
Dari kutipan di atas dapat dikatakan bahwa kdisiplinan bagi siswa atau murid harus ditegakkan sebaik mungkin dengan menggunakan satu teknik tersendiri tidak secara kekerasan, tetapi harus membina kesadaran murid atau siswa terhadap yang dilakukan untuk norma dan tat tertib.
Dalam hal ini S. Nasution (1986:7) menjelaskan sebagai berikut “Agar anak-anak sanggup menentukan kelakuannya sendiri yangs sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat, pada hakekatnya disiplin membimbing kearah kedewasaan sehingga ia sanggup berdiri sendiri menghadapi situasi dalm hidupnya”.
Dari kutipan di atas dapatlah disimpulkan bahwa tujuan penerapan disiplin bagi siswa adalah agar siswa itu dapat terbina kearah ketingkat yang lebih baik dan sempurna, semua itu bertujuan untuk mencapai tujuan pengajaran dan pendidikan.
3.4 Disiplin Administrasi sekolah
Dalam adminitrasi sekolah terdapat petugas personal lainnya seperi pemilik sekolah, pngawas sekolah, petugas bimbingan dan penyuluhan, yang kesemuanya ini mempunyai tujuan dan harapan sekolah. Maka untuk itu perlu kiranya dibuat satu peraturan, tata tertib yang jelas dan tegas sehingga tujuan yang diharapkan tidak searah dan tidak kabur.
Disamping itu pimpinan sekolah (kepala sekolah) perlu juga mengawasi dan mengontrol mengenai susunan administrasi yang dilaksanakan oleh tata usaha, agar tujuan dari pada administrasi sekolah itu terarah kepada menunjangnya tujuan dan pengajaran pendidikan.
Jika administrasinya baik pada suatu sekolah, maka sekolah itu akan dapat menciptakan suasana sekolah yang maju dan dapat meningkatkan mutu pendidika itu sendiri. Winarno Surachmad (1982:17) menjelaskan bahawa “ Disiplin di sekolah dapat berjalan dengan baik apabila semua komponen sudah menjalankan fungsinya masing-masing yang telah di atur sebelumnya baik mengenai : 1) perencanaan, 2) pengorganisasian,3) pengarahan,4) koordinasi maupun 4) pengawasan”
Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa jenis disiplin mengenal administrasi sekolah sangat penting, karena administrasisekolah sangat penting, karena administrasi sekolah sangat menntukan maju mundurnya sekolah itu. Apabila administrasisekolah sudah baik dan sempurna berarti mutu pendidikan di sekolah itu sudah tinggi, tujuan pendidikan dan pengajaran sudah tercapai.
3.5 Disiplin Nasional
Disiplin nasional di sekolah harus diterapkan secara bersama oleh guru untuk menyadarkan bahwa bernegara dengan sifat kebangsaan yang tinggi, sehingga terhindar dari perbedaan suku, ras dan daerah. Unuk ada kesatuan dan persatuan agar tercapainya tujuan pendidikan dan pengajaran.
Peraturan dan ketertiban yang diterapkan guru di sekolah bertujuan untuk mempersatukan siswa dengan siswa, guru dengan guru yang terdiri dari berbagai suku dan daerah. Disamping itu disiplin nasional bertujuan untuk mempertebal semangat kebanggaan bangsa Indonesia.
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa, disiplin nasional sangat penting bagi setiap warga negara lebih-lebih bagi siswa sebagai generasi penerus bangsa dimasa-masa mendatang, karena negara akan terus maju dan berkembang, jika generasi itu baik dan pandai membawa diri, serta adanya suatu kesatuan yang bulat, sesuai dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin bagi guru di sekolah
Tiap usaha dan tindakan yang dilakukan orang dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu untuk mencapai tujuan tertentu pula. Begitu pula halnya dengan guru di sekolah, menerapkan disiplin di sekolah mempunyai tujuan yang ingin dicapai dan dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin bagi guru disekolah secara umum terdiri dari dua faktor sebagai berikut :
4.1 Faktor yang berasal dari dalam diri guru.
Faktor dari dalam diri guru adalah faktor yang timbul dari dalam diri sendiri dimana faktor tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap kedisiplinan guru di sekolah, faktor tersebut adalah faktor psikologis,
Faktor ini adalah faktor yang berwujud kepribadian, pikiran, ingatan. Dimana faktor tersebut dapat mempengaruhi kedisiplinan seorang guru di sekolah, adapun yang termasuk dalam faktor ini adalah kepribadian, motivasi, Intelegensi, yang menurut Ibrahim Husin merumuskan sebagai berkut : “murid yang melanggar disiplin, misalnya anak-anak yang sering ribut dalam kelas, sering mengganggu temannya, tidak melakukan tugasnya, sering membolos, melawan guru sudah tentu tidak tercapai tujuan pendidikan yang diharapkan”.
Maka dapat disimpulkan bahwa intelegensi guru rendah dapat membuat siswa bosan terhadap pelajaran yang diberikan, sebaliknya jika intelegensi guru tinggi maka suasana kelas akan tercapai, maka tujuan pendidikan akan tercapai sebagaimana yang diharapkan.

4.2 Faktor yang berasal dari luar diri guru.
Adalah faktor yang berasal dari luar diri guru itu sendiri seperti lingkungan, pendidikan dan sebagainya. Adapun faktor itu dapat dibagi lagi antara lain :
a. Faktor pendidikan
Kedisiplinan guru di sekolah dipengaruhi oleh berbagai faktor, namun faktor yang sangat penting adalah pribadi guru. Baik tidaknya disiplin di sekolah sangat tergantung guru itu sendiri.
Faktor pendidikan guru juga mempengaruhi kedisiplinan di sekolah, karena mengenai pengetahuan yang diperoleh oleh guru yang satu dengan yang lain tetap berbeda, karena menurut bidangnya masing-masing, misalnya seorang guru dia mempunyai disiplin ilmu mengenai sejarah, tetapi di sekolah tersebut oleh kepala sekolah atau pihak lain yang berwenang menyuruh ia mengajar Bahasa Inggris atau Matematika, jelas hal ini tidak sesuai, sehingga terjadi kontradiksi didalam jiwanya, apalagi pihak murid.
Jika terjadi hal yang demikian maka proses belajar mengajar tidak berjalan dengan lancar, karena hal ini dapat membosankan baik dipihak guru maupun dipihak murid.
b. Tempat Tinggal dan Keluarga
Tempat tinggal guru dapat juga mempengaruhi kedisiplinan disekolah, karena jika guru yang mengajar pada suatu sekolah yang tempat tinggalnya jauh dengan sekolah dimana ia ditugaskan, kecenderungan ia akan terlambat apalagi transportnya agak sulit.
c. Kebutuhan
Seorang gurun yang gajinya sekedar memenuhi kebutuhan pokok, sedangkan lainnya terpaksa mencari diluar dinas. Apalagi guru tersebut mempunyai tanggung jawab yang besar maka dengan sendirinya ia harus mengutanamakan pekerjaan diluar dinas untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehingga ia sering melanggar ketentuan sekolah atau kurang disiplin.
5. Pengaruh Kedisiplina Guru dan kaitannya dengan mutu pendidikan
Disiplin bukanlah masalah baru disekolah tetapi sudah merupakan suatu ketentuan, oleh sebab itu kemajuan suatu lembaga pendidikan dipengaruhi oleh tingkat kedisiplinan baik guru, murid maupun personil lainnya. Sehubungan dengan hal ini S. Nasution (1982 : 66) menegaskan bahwa : “Jadi untuk mecapai disiplin yang baik guru hndaknya selalu mempertinggi kesanggupan mengajar, mengusakhakan hubungan baik dalam pergaulannya dengan anak dan menaruh perhatian khusus kepada anak-anak di sekolah yang melanggar tata tertib. Di sisi lain untuk meningkatkan mutu pendidikan, tida hanya dituntut siswa harus disip;lin tetapi guru dan perangkat lainnya disekolah juga harus disiplin”.
C. Kesimpulan
1. Menurut A.G Sujono “tidak mungkin pendidikan dan pengajaran dapat berjalan dengan baik, jika keadaan tidak tertib, segala sesuatu telah tercapai dalam suasana teratur apabila tingkah laku para murid terikat oleh peraturan, sebaliknya keadaan dapat terlambat bahkan kadang-kadang tidak akan tercapai tujuan kalau peraturan, tat tetib di langgar. Dengan demikian disipin besar sekali pengaruhnya terhadap peningkatan mutu pendidikan, beliau membagi disiplin menjadi lima yaitu 1) disiplin mengenai pengaturan waktu, 2) disiplin guru dan pegawai lainnya, 3) disiplin mengenai siswa, 4) disiplin tentang administrasi sekolah dan 5) disiplin nasional
2. Winarno Surachmad menjelaskan bahwa “ Disiplin di sekolah dapat berjalan dengan baik apabila semua komponen sudah menjalankan fungsinya masing-masing yang telah di atur sebelumnya baik mengenai : 1) perencanaan, 2) pengorganisasian,3) pengarahan,4) koordinasi maupun 5) pengawasan”
3. Oteng Sutrisna, menjelaskan kedisiplinan guru dan pegawai pada suatu sekolah adalah :
• Menegakkan disiplin waktu, kepada setiap pegawai datang pada waktu yang telah ditentukan, jika terlambat dikenakan sanksi yang setimpal dan wajar.
• Guru harus disiplin pada waktu mengajar, dan mmpersiapkan alat-alat/bahan (materi) atau membuat satuan pelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
• Bagi guru yang tidak bisa hadir pada jam mengajarnya, ia terlebih dahulu satu hari sebelumnya melaporkan kepada kepala sekolah agar dinanti dengan guru yang lain untuk sementara.
• Guru harus membuat absen tersendiri selain absen kelas.
• Guru bimbingan dan penyuluhan benar-benar harus berfungsi.
• Guru harus berhubungan baik dengan siswa dan orang tuanya serta masyarakat sekitar.
• Kepala sekolah harus mengadakan musyawarah terbuka dengan para dewan guru dan pegawai lainnya, paling sedikit sekali dalam sebulan, guna untuk memecahkan bersama jika ada masalah-masalah yang dihadapi oleh guru itu sendiri.
D. Rekomendasi
Berdasarkan PP No. 30 tahun 1982 tentang Gerakan Disiplinan Nasional maka guru harus dapat meningkatkan kinerjanya demi tercapainya tujuan pendidikan dan pengajaran sebagamana mestinya. Oleh karena itu hasil pembahasan ini hendaknya dapat dijadikan sebagai bahan masukan oleh bagi semua pihak yang mempunyai hubungan dengan peningkatan mutu pendidikan dan kelancaran proses belajar mengajar.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Gondokusumo, A. A, MA, Ph.D. Komunikasi Penugasan bagi Eksekutif Supervisor Karyawan, Gunung Agung, Jakarta.

Ibrahim Husin, Kenakalan Anak-anak, PT. Alma’ Arif, Bandung.

Lampiran surat Direktorat Jenderal, PDM, tanggal 4 Desember 1980No. 7917/C/T. 80, tentang Petunjuk Langkah-Langkah dalam menanggulangi kenakalan pelajar.

Muhammad Hasyim, Penuntun Dasar Kearah Penelitian Masyarakat, Pedoman Ilmu Jaya, Cetakan II, 1983

Nasution, S, Didaktik Sekolah Pendidikan Guru, Azas azas Metode Bagi Pengajaran dan Evaluasi, Dep P&K, Jakarta

Otang Sutisna, Prof. Dr, MSc. Ed, Administrasi Pendidikan. Gunung Agung, 1978

Pariata Westra, SH. Sutarto Ibnu Hasyim, Kamus Ensiklopedi Administrasi

Poerwadarminta, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, 1976

Soegarda Pourbakawatja, Kamus Ensiklopedi Pendidikan Gunung Agung, Jakarta

Simajuntak, B, Latar Belakang Kenakalan Anak, Alumni Bandung , 1975

Sujanto. A, Halim Lubis, Taufik Hadi, Psikologi Kepribadian, Penerbit Aksara Baru, Jakarta, 1980

Sujono. A.G, Pendahuluan Administrasi Pendidikan I, Pringgading Solo, 1972

Winarno, Surachmad. Dr, Dasar dan Teknik Research, Tarsito Bandung, 1972

Zakiah, Darajat. Dr, Kepribadian Guru, Penerbit Bulan Bintang, Jakarta 1978

PERKEMBANGAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN

PERKEMBANGAN DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP PENDIDIKAN
Oleh : Saiful Bahri Yusuf


A. Pendahuluan
1. Pengertian Pendidikan
Sebelum penulis menguraikan perkembangan dan implikasinya terhadap pendidikan terlebih dahulu, penulis akan menjelaskan pengertian, tujuan dan pembaharuan pendidikan itu sendiri yang dikutip dari beberapa pendapat para pakar atau para ahli pendidikan.
Memang pendidikan sudah tidak asing lagi bagi masyarakat, karena sudah sering mendengarnya baik dikota maupun didesa. Namun ada juga diantara anggota masyarakat yang belum mengetahui arti yang sebenarnya dari pendidikan. Arifin (1997:12) menegaskan tentang hakikat pendidikan adalah “usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal”. Selanjutnya Bratanusa yang diterjemahkan oleh Abu Ahmadi (1991:69) menjelaskan pengertian pendidikan adalah “usaha yang sengaja diadakan baik langsung maupun dengan cara tidak langsung untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaan”. Kemudian Rousseau yang diterjemahkan oleh Abu Ahmadi (1991:69) mengemukakan pendidikan adalah “ memberi kita pembekalan yang tidak ada pada anak-anak, akan tetapi bias membutuhkan pada waktu dewasa”. Pendidikan yang merupakan bagian dari pembangunan yang memegang peranan penting, maka banyak sekali para ahli yang memberikan definisi tentang pendidikan, dimana para ahli tersebut dalam mendefinisikan pendidikan sudut pandang mereka masing-masing. Sehubungan dengan hal ini, Abu Ahmadi (1991:70) menjelaskan tentang pendidikan dilihat dari dua segi yaitu :
a. Dari segi etimologi
Dari segi etimologi pendidikan berasal dari bahasa Yunani “pedagogike”. Ini adalah kata majemuk yang terdiri dari kata “Paes” yang berarti “anak” dan kata “Ago” yang berarti “aku membimbing”. Jadi Paedagogike berarti aku membimbing anak.

b. Dari segi essensialis
Dari segi essensialis beliau menterjemahkan pendapat yang dikemukakan oleh :
1. Prof. Dr. M.Y. Langeveld : mendidik ialah mempengaruhi anak dalam usahanya membimbing anak, agar supaya menjadi dewasa.
2. Prof. Y.H.E.Y Hoogwold : mendidik adalah membantu anak, supaya anak itu kelak cakap menyelesaikan tugas hidupnya atas tanggungan sendiri.
3. Dr. Sis Heystu : mendidik adalah membantu manusia dalam pertumbuhan , agar ia kelak mendapat nkebahagiaan bathin yang sedalam-dalamnya yang dapat tercapai olehnya dengan tidak mengganggu orang lain.
4. Prof. S. Brojonegoro : mendidik berarti tuntutan kepada manusia yang belum dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangan. Sampai tercapainya kesewasaan dalam arti rohani dan jasmani.

Berdasarkan uraian dan kutipan diatas dapat dijelaskan bahwa pengertian pendidikan dapat dilihat dari segi etimologi dan essensialis. Adapun pengertian pendidikan yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah pengaruh, bantuan atau tuntutan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya dalam keluarga semenjak anak tersebut masih kecil. Untuk mengetahui tingkat pendidikan yang diperoleh anak baik dalam keluarga maupun di sekolah pada perubahan sikap atau prilaku, serta kemampuan dan keterampilannya.

2. Tujuan Pendidikan dan Pembaharuan

Tujuan pendidikan termaktub dalam Ketetapan MPR No. IV/MPR/1998 mengenai bidang pendidikan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka melalui pendidikan formal di sekolah yang dimulai dari Taman Kanak-kanak sampai dengan Perguruan Tinggi. Tiap tingkat sekolah mempunyai tujuan tersendiri dalam rangka mencapai tujuan nasional. Biasanya rumusan tujuan terdapat dalam kurikulum tiap tingkat sekolah dan disebut tujuan institusional.Setiap guru bertugas menyusun tujuan instruksional khusus. Jadi secara berurutan dalam kurikulum biasanya tergambar dengan jelas suatu kerangka berpikir.
Kehidupan manusia selalu mengalami perubahan dan kebutuhannya meningkat sesuai dengan perkembangannya. Peranan pendidikan dan tingkat perkembangan manusia merupakan faktor yang dominan terhadap kemampuannya untuk menanggapi masalah kehidupannya sehari-hari. seberapa besar keterikatan suatu masalah pendidikan dengan masalah ekonomi atau masalah sosial lain dalam masyarakatnya, secara sederhana masalah pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis, yaitu (1)masalah pemerataan; (2) masalah mutu; (3) masalah efektifitas dan relevansi, dan (4) masalah efisiensi.
Pembaharuan pendidikan sebagai perspektif baru dalam dunia kependidikan mulai dirintis sebagai alternatif untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang belum dapat diatasi dengan cara yang konvensional secara tuntas. Jadi pembaharuan pendidikan dilakukan untuk memecahkan masalah pendidikan dan menyongsong arah perkembangan dunia kependidikan yang lebih memberikan harapan kemajuan lebih pesat.
1. Pembaharuan pendidikan sebagai tanggapan baru terhadap masalah-masalah pendidikan
Pembaharuan di bidang pendidikan yang merupakan usaha pembangunan diselaraskan pada pembangunan bangsa dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Pembangunan dalam bidang pendidikan harus selaras dan terintegrasi serta menunjang pembangunan bangsa yang menyeluruh. Dalam kerangka pikir ini, tugas pembaharuan pendidikan yang terutama adalah memecahkan masalah-masalah yang dijumpai dalam dunia pendidikan kita baik dengan cara yang konvensional maupun dengan cara yang inovatif.
Semua usaha pembaharuan pendidikan akhir-akhir ini telah menemukan titik tolak berpijak yang mantap dan jelas yaitu pada kepentingan murid atau subyek belajar demi perkembangannya. Perhatian usaha pendidikan yang memusat pada subjek pendidikan ini sering disebut “student centered approach”. Pembaharuan pendidikan yang memusat pada masalah pendidikan umumnya dan perkembangan subjek pendidikan khususnya mengutamakan segi efektivitas dan segi ekonomis dalam proses belajar.
Beberapa tahap yang penting dalam penerapan pembaharuan pendidikan meliputi :
(1) penentuan masalah;
(2) penentuan tujuan/sasaran;
(3) mempertimbangkan segala sumber dan hambatan yang berkaitan;
(4) pengumpulan alternatif pemecahan;
(5) penentuan alternatif terpilih;
(6) pencobaan;
(7) modifikasi dan revisi alternatif pemecahan;
(8) pelaksanaan dan pengembangannya.
2. Pembaharuan pendidikan sebagai upaya untuk memperkembangkan pendekatan yang lebih efektif dan ekonomis.
Sejarah kehidupan manusia dapat dibedakan menjadi tiga tahap, yaitu :
(1) periode manusia masih menggantungkan diri kepada alam sekitarnya dengan usaha penyesuaian secara mencoba-coba;
(2) periode manusia telah menemukan alat dan teknik baru yang menyebabkan keterikatan manusia terhadap alam berkurang namun timbul ketergantungan baru terhadap birokrasi dan spesialisasi, dan;
periode manusia telah mampu mencapai kerjasama berdasarkan perencanaan menuju perubahan sosial yang diidam-idamkan.
Sasaran pembangunan nasional Indonesia diarahkan untuk mewujutkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata material dan si\pritual. Untuk mencapai sasaran tersebut dilakukan berbagai perencanaan dan kegiatan pembangunan pada bidang-bidang ynag sesuai dengan kebutuhan masyarakat secara luas. Sesuai dengan ciri dan kekayaan alam Provinsi Nanggroe Darussalam yang terletak di daerah tropis, tahap awal pembanguna diutamakan pada bidang ekplorasi hasil bumi baik pertambangan maupun pertanian. Sejaklama Provinsi Nanggroe Darussalam dikenal sebagai daerah pertanian dan peng ekpor hasil bumi. Ciri khas bumi Provinsi Nanggroe Darussalam beserta kandungan sumberdayanya merupakan salah satu acuan pertimbangan dalam menentukan arah dan tahapan pembangunan nasional
Sejalan dengan pertumbuhan perekonomian daerah maupun dengan adanya globalisasi perekonomian nasional dan ddunia maka tahap lanjutan pembangunan Pronvisi Nanggroe Darussalam, kegiatan perekonomian cenderung mengalami perubahan.
Faktor internal seperti makinlangkanya ruang pengolahan tanah pertanian pertambahan penduduk yang cepat dan menungkatnya tuntutan kebutuhan dan kualitas hidup masyarakat merupakan sebagian kondisi yang mendorong adanya pergeseran nilai budaya masyarakat dari masyarakat agraris ke masyarakat industrialis.
Faktor eksternal yang antara lain masuknya Iptek kedalam sistim perekonomian sebagai arus gloobalisasi juga membawa perubahan dalam demensi perekonomian masyarakat. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi daerah dan adanya pengaruh-pengaruh perekonomian nasional, diantisipasi bahwa pada abad 21 melinium ke tiga tuntutan perekonomian daerah akan mengalami pergeseran dimana sumbangan perana sektor primer ynag berupa pertanian dan perkebunan dan sejenisyasecara persentase mengalami penurunan dan diganti oleh sektor industri dan jasa .
Adanya pergeseran struktural dalam perekonomian daerah tersebut, akan mengaksesi masyarakat kearah hidup dalam budaya industrial. Keadaan nilai masyarakat industri ini merupakan salah satu perkembangan yang akan dihadapi pada abad 21 milenium ke tiga.Yang menjadi permasalahan bagaimana strategi dan upaya pengembangan budaya masyarakat agar mampu beradaptasi terhadap perubahan budaya perekonomian tersebut. Bertitik tolak dari permasalahan tersebut, yang paling utama untuk mengatasi hal ini adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang beperan sebagai pelaku pada berbagai bidang kehidupan masyarakat khususnya di bidang perekonomian. Searah dengan hal tesebut upaya pengembangan pendidikan yang mengarah kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia secara utuh dan mampu beradaptasi terhadap perkembangan kemasyarakatan seluas-luasnya perlu dilaksanakan.
Sistem pendidikan daerah seperti yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 telah memberi landasan-landasan untuk pengembangan pendidikan secara merata di seluruh daerah. Sistem pendidikan tersebut walaupun belum secara operasional mengatur langkah-langkah pengembangan tentang pendidikan secara rinci, namun demikian dapat digunakan sebagai acuan dasar dalam rangka melaksanakan upaya pengembangan pendidikan, mengingat kedudukannya sebagai undang-undang. Yang sangat fundamental adalah bagaimana uya pengembangan sistem pendidika nasional harus ditempuh agar lebih mantap dalam rangka mengahadapi abad 21 milenium ke tiga.


B. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan dan Implikasinya Terhadap Pendidikan
1. Perkembangan Masyarakat Dewasa ini
Pada saat ini sedang terjadi perubahan-perubahan sosial budaya yang sangat pesat di berbagai daerah dan kawasan. Munculnya tipe-tipe lembaga dan organisasi baru baik dibidang pemerintahan maupun bidang kemasyarakatan merupakan salah satu ciri sedang terjadinya perubahan sosial budaya. Kondisi ini selainmenimbulkan pergeseran kepadatan penduduk juga menimbulkan cara hidup yang lebih kompetetif. Perubahasn-perubahan dalam tata kehidupan masyarakat teersebut dapat menimbulkan berbagai faktor dan sebab, namun secara umum lebih banyak didorong oleh tiga faktor uama yaiatu perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnoologi, kependudukan dan faktor ekologi. ( Soejadmoko, Manusia dan dinia yan g sedang berkembang ). Demikian juga faktor politik dan pertahanan keamanan besar pengaruhnya terhadap perkembangan masyarakat.

2. Faktor Kemajuan IPTEK
Adanya kemajuan yang sangat pesat dibidang ilmu pengetahuan dan tehnologi melahirkan loncatan-loncatan perkembangan di bidang industri. Daerah-daerah yang tidak mampu mengikuti perkembangan industri mutakhir akan ketinggalan dan secara berangsur-angsur akan kehilangan kemampuannya dalam memepertahankan otonomi. Kondisi ini merupakan tantanan yang sangat berat yang dihadapi oleh daerah-daerah saat ini. Oleh karena itu perlu ditempuh upaya yang mengarah kepada IPTEK mutakhir melalui penengkatan sumber daya manusianya.
3. Faktor Kependudukan
Daerah-daerah yang jumlah penduduknya masih di bawah garis kemiskinan menghadapi masalah yang sulit dalam mengupayakan pembangunan demi kesejahteraann masyarakatnya Laju pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi oleh kemajuan bidang ekonomi akan mengahadapi bermacam-macam konsekwens.Bagaimana menciptakan struktur dan proses politik, ekonomi dan sosial budaya yang dapat mengimbangi kebutuhan masyarakat yang jumlah penduduknya.
4. Faktor Politik dan Keamanan
Kegiatan pembangunan kapanpun dilaksanakannya akan berjalan lancar apabila ditopang oleh suatu kondisi daerah yang aman da tertib dalam pengertian tidak ada gangguan yang secara langsung menghambat proses pembangunan. Kondisi semacam ini hanya dapat terwujud apabila situasi politik dan pertahanan keamanan daerah dapat terkendali secara baik. Secara umum pada awal abad 21 milenium ke tiga ini keadaan politik dan pertahan keamanan di berbagai daerah tidak begitu mantap dan tidak dpat mendukung kelancaran pembangunan. Kesadaran masyarakt dalam memelihara keamanan dan ketertiban makin menurun sehingga tidak dapat terciptanya suasana yang kondusif.
Apabila sistem politik tidak dapat menampung aspirasi masyakat dapat timbul kerusuhan dari golongan tertentu untuk memaksan kepentingan secara konstitusional ( Doktrin, Hankamneg 1991 ). Kondisi negatif di bidang politik dan pertahana keamanan di daerah yang mungkin timbul dapat dihindari apabila sistem politik dan pertahanan keamanan nasional dapat menampung aspirasi masyarakat daan mewaspadai pembangunan yang berpengaruh negatif terhadap stabilitas nassional. Pendidikan dalam menanamkan kesadaran berpolitik dan bela negara baik melalui jalur pendidikan formal maupun non formal dapat berperan untuk membantu mengatasi hal-hal negatif tersebut.
C. Upaya pemantapan sistem Pendidikan Nasional
Dalam perkembangan sistem pendidikan nasional Indonesia mengalami perubahan dan pembaharuan-pembaharuan sejalan laju pembangunan nasioanal. Pada masa pra kemerdekaan sistem pendidikan nasional sangat dipengaruhi olah pola-pola pendidikan kolonial sedangakan sistem pendidikan jauh sebelumnya berupa pola pendidikan tradisional yang menitik beratkan pendekatan transpormasi ilmu dan pengalaman melalui pendekatan kontak sosial, penerapan norma-noram dan etika, budaya, dan agama. Pada masuknya kebudayaan Eropa ke Indonesia sistem pendidikan indonesia dimasuki pola pendidikan moderen ynag pelaksanaanya lebih formal. Seetelah pengakuan kedaulatan sistem pendidikan nasioamnal diatur dalam sistem konstitusional indonesia sejalan dengan lahirnya undang-undang dasar Indonesia.
Pada masa era tinggal landas yang akan datang sistem pendidikan nasional Indonesia akan dihadapkan kepada berbagai tantangan dalam mengimbangi masyarakat yang maju semakinpesat baik dalam bidang perekonomian sosial budaya ilmu pengetahuan dan tehnologi serta politik dan pertahanan keamanan baik dalam lingkup dudnia maupun dalam negeri.
D. Perkembangan dan Implikasinya Terhadap Pendidkan Nasional
Melalui arus globalisasi perubahan-perubahan sosial budaya dan perekonomian serta nilai-nilai lainnya dapat denga mudah masuk ke berbagai negara dan kawasan lain dan dapat berpengaruh secara positif dan negatif. Hal-hal yang positif dariadanya perubahan kondisi mayarakat tersebut diamati peluang-peluang yang berpengaruh terhadap upaya peningkatan sistem pendidikan nasional serta mewaspadai hambatan-hambatan yang mungkin timbul.
1. Peluang
Beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan dari perkembangan-perkembangan sosial budaya, perekonomian, politik dan hankamnas dalam rangka meningkatkatkan sistem pendidikan nasional:
• Adanya penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan dan tehnologi sebagai hasil riset negara maju maju dapt dimanfaatkan untuk pengkayaan IPTEK nasional dan peningkatan kemapuam Akademis.
• Loncata-loncatan dalam bidang tehni industri dapat diserap untuk kepintingan pengembangan tehnologi industri pengolahan dan meningkatkan tiori dan pola-pola produksi.
• Ditemukannya sistem dan produk telekomunikasi dan informatika yang lebih maju memberikan peluang untuk memeperlancar proses alih tehnologi dan kepentingan sistem intruksi dan pembelajaran.
• Berkembangnya cara-cara berekonomi dan sistem manajemen yang lebih mengarah kepada efesiensi usaha denganjangkauan internasional, mendorong peningkatan pengetahuan dan tehnlogi perdagangan intrnasional bagi para cendekiawan pendidikan nasional.
• Munculnya institusi-institusi dan perhimpunan pengembangan pendidikan internasional memungkinkan adanya bantuan dana dan pengembanga sistem pendidikan nasional
• Berkembangnya berbagai ilmu pengetahuan serta tehnologi di negara-negara maju memeberi peluang bagi cendikiawan Indonesia untuk belajar di luar negeri dalam bidang ilmu pengetahuan yang belum dikuasai sebelumnya.
• Masuknya IPTEK maju ke dalam bidang usaha dan sistem pendidikan nasional memacu tumbuhnya lembaga-lembaga penelitian dan riset nasional.
2. Kendala.
Perkembangan masyarakat di dunia yang berdampak negatif dan merupaka kendala dalam upaya pengembagn sistem pendidikan nasional indonesia antar lain:
• Masuknya berbagai ilmu pengetahuan dan tehnologi serta perekonomian baru kedalam sistem sosial budaya dan perekonomian indonesia memungkinkan masuknya idiologi dan budaya asing ke dalam tat a nilai bangsa indonesia yang dapat berdapak timbulnys instabilitas di dalam negeri. Dampak linnya akan merusak tata sosial budaya yang telah terbentuk sebelumnya baik melalui pembinaan sumberdaya manusia indonesia pada jalur formal maupun informal.
• Penyerapan ilmu pengetahuan dan tehnologi oleh bangsa indonesia baru dilakukan oleh segolongan kecil masyarakat intelektual dan belum merata ke seluruh lapisan masyarakat. Akibatnya timbul kesenjangan dan ketidak meratan kualitas manusia indonesia yang akan menjadi beban dunia pendidikan untuk mengatasinya.
• Makin intensifnya cara-cara dan pola manajemen pembinaan susmberdaya manusia di luar negeri, makin mendorong ke arah yang lebih kompetitif dalam usaha sasaran tenaga kerja terampil. Hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapai oleh kumunitas pendidikan.

Daftar pustaka
Simajuntak, B, (1995) Latar Belakang Kenakalan Anak, Alumni Bandung ,

Sujanto. A, Halim Lubis, Taufik Hadi (1990) Psikologi Kepribadian, Penerbit Aksara Baru, Jakarta,

Sujono. A.G, (1992) Pendahuluan Administrasi Pendidikan I, Pringgading Solo

PENTINGNYA PENDIDIKAN BAGI MANUSIA

PENTINGNYA PENDIDIKAN BAGI MANUSIA
OLEH : Saiful Bahri Yusuf

BAB I
Pendahuluan
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi membentuk masyarakat dunia yang saling ketergantungan. Tatanan dunia mulai mengalami perubahan secara stuktural menuju era globalisasi dalam berbagai berbagaibidang kehidupan . Tatanan dunia saat ini ditandai oleh persaingan antar bangsa ,stabilitas kehidupan suatu bangsa dan hubungan antar bangsa akan memainkan peranan penting. Bagi bangsa Indonesia,abab 21 adalah agrarabab perubahan dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri dan informasi dengan pola- pola kehidupan yang berbeda. Tilaar (1998 :4) mengendentifikasikan berbagai kekuatang global;
Kekuatan global pada umumnya bemuara pada empat kekuatan yakni (1) kemajuan iptek terutama dalam bidang informasi serta inovasi-inovasi baru didalam tehnologi yang mempermudah kehipan manusia, (2) perdagangan bebas yang ditunjang oleh kemajuan Iptek (3) kerjasama regional dan Internasional yang telah menyatukan kehidupan bangsa-bangsa tanpa mengenalbatas negara dan (4) meningkatkan kesadaran hak azasi manusia serta kewajiban manusia dalam kehidupan bersama dalam demokrasi.

Sumber daya manusia yang siap dalam menghadapi era globalisasi tersebutharus memiliki pendidikan yang tinggi dengan indikator sederhana adalah lulusan perguruan tinggi. Sementara saat ini masih terdapat sumber daya manusia yang lemah dengan pendidikan yang rendah, ekonomi yang kurang dan bahkan ahklak yang kurang baik. Tujuan pendidikan sekolah menengah dalam undang- undang sestem pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 1989 pasal 15 adalah,
Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitarnya serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.
Pada hakikatnya pendidikan adalah “usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal”. Selanjutnya Bratanusa yang diterjemahkan oleh Abu Ahmadi (1991:69) menjelaskan pengertian pendidikan adalah “usaha yang sengaja diadakan baik langsung maupun dengan cara tidak langsung untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaan”. Kemudian Rousseau yang diterjemahkan oleh Abu Ahmadi (1991:69) mengemukakan pendidikan adalah “ memberi kita pembekalan yang tidak ada pada anak-anak, akan tetapi bias membutuhkan pada waktu dewasa”.
Dengan demikian berarti pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu perlua adanya landasan yang kuat tentang pendidikan dalam berbagai aspek kehidupan. Untuklebih jelas mengenai aspek-aspek tersebut dapat dilihat uaraian berikut.




BAB II LANDASA TEORI

A. Pendidikan dan Landasan
Landasan filosofis adalah membicarakan atau mengkaji dasar pendidikan yang” merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar, sistematis dan kontiniu untuk mengembangkan potensi peserta didik baik kognetif, affektif maupun psikomotoris” . Ketiga domain ini tidak terlepas tentang adanya sesuatu (Ontologi), menganai adanya Tuhan (Theologi), adanya alam (Cosmologi) dan mengenai adanya manusia (Antropologi) dikenal dengan filsafat spekulatif , dan perlu adanya cara untuk mengetahui yang ada melalui berbagai teori , baik teori pengetahuan (Epistimologi) disebut dengan filsafat analitis, teori kebenaran maupun teori ketepatan atau logika dan setelah mengetahui yang ada, perlu adanya penilai yang terhadap yang ada (Axiologi) baik dengan relegi, etika maupun estetika, dikenal dengan filsafat preskriptif.
Landasan Psikologis pendidikan mengkaji hakikat dan mekanisme perkembangan manusia dan kepribadiannya, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan tersebut serta implikasinya pada proses pendidikan
Landasan Sosiologis mengkaji mekanisme interaksi sosial dalam lingkungan pendidikan dan pranata pendidikan dengan pranata-pranata di luar lembaga pendidikan. Seperti agama, idiologi, keyakinan hidup, politik sosial ekonomi dan kebudayaan) berserta pengaruh terhadap implikasi pendidikan.
Landasan Atropologi mengkaji pengaruh kebudayaan terhadap pendidikan, mekanisme operasi dari kebudayaan dalam kerangka pendidikan sebagai proses pengembangan potensi insani dan implikasi dari ledakan teknologi, nilai-nilai lokal kemasyarakatan bahwa dalam lingkungan persekolahan maupun di luar sekolah (lembaga dan masyarakat)
Landasan yang paling dominan dalam mewarnai penyelenggaraan pendidikan adalah landasan filosofis, karena pandangan ini menekankan pada tanggung jawab. Seseorang manusia terhadap kehidupan dan pendidikan sendiri, filosofis pendidikan antara lain bertitik tolak dari hakikat manusia dan hakikat anak. Anak manusia mempunyai hakikatnya sendiri dan berbeda dengan hakikat orang dewasa. Anak mempunyai nilai-nilai seperti orang dewasa, walupun ia bukan orang dewasa.
Dengan alasan bahwa pandangan filosofis ini melahirkan suatu ilmu pendidikan yang melekat hakikat anak sebagai titik tolak proses pendidikan. Pandangan filosofis yang mengakui nilai-nilai anak yang khas juga mengakui akan perkembangan etik serta relegi anak yang khas yang harus dihormati dalam proses pendidikan, yang dilakukan oleh manusia untuk memanusiakan manusia. Oleh karena itu manusia merupan kunci atau motor penggerak pendidikan. untuk lebih jelas dapat dilihat uraian berikut.
B. Hakikat Manusia
Pada hakikatnya manusia adalah sebagai makhluk pribadi adan segaligus sebagai makhluk sosial, yang memiliki norma-norma pergaulan yang bersumber pada agama, hukum maupun adat kebiasaan.
Manusia pada hakikatnya adalah homo faber (makhluk kreatif), sebagai homo sapien (makhluk berbudi) dan juga sebagai makhluk relegi (makhluk bertuhan). Manusia itu pada hakikat tumbuh dan berkembang baik fisik maupun mental spiritual.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk yang lebih sempurna dibandingkan makhluk lainnya, karena manusia mempunyai akal sehingga manusia dapat menciptakan perubahan menuju kepada kemajuan. Oleh karena itu manusia merupakan khalifat di bumi yang mampu mempengaruhi makhluk lain, maka benar pernyataan di atas bahwa manusia merupakan kata kunci dalam penyelenggaraan pendidikan.

C. Lingkungan Pendidikan
Pendidikan dalam keluarga terjadi proses transpomasi nilai-nilai dalam rangka membudayakan manusia muda menjadi manusia berbudaya . Proses pembudayaan anak dalam keluarga ini bersumber dari konsekwensi perkawinan antara pria dan wanita. Konsekwensi perkawinan tersebut dikuatkan dengan disahkan perkawinan tersebut secara adat-istiadat agama dan secara hukum pengesahan perkawinan membawa konsekwensi adanya tanggung jawab terhadap pengembangan pertumbuhan anak menjadi pribadi yang diharapkan baik keluarga, masyarakat maupun negara.
Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan mempunyai dua fungsi yaitu : sebagai prestasi masyarakat dan sebagai penghasil tenaga. Sebagai produser kebutuhan pendidikan masyarakat, sekolah dan masyarakat memiliki ikatan hubungan yang rasional keduanya. 1)adanya kesesuaian antara fungsi pendidikan yang diberikan oleh sekolah dengan apa yang dibutuhkan masyarakat, 2) ketepatan sasaran atas target pendidikan yang dimainkan oleh sekolah sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan 3) keberhasilan penelitian fungsi sekolah sebagai layanan pesanan masyarakat akan dipengaruhi oleh ikatan objektif diantara keduanya.
Pengembangan masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern berjalan secara sistemik, dimana lembaga-lembaga pendidikan yang ada secara terpadu menjadi pelaksana proses pendidikan untuk mencapai tujuan masyarakat yang dicita-citakan.
D. Pentingnya Pendidikan
Dalam konteks dengan lahirnya UU Otonomi Daerah dan UU Keistimewaan dilajutkan dengan Perda No. 6 tahun 2000 tentang penyelenggaraan pendidikan, maka aliran konvergensi perlu divisualisasikan secara tepat dan benar yang dilandasi pada nilai-nilai adat budaya masyarakat . Karenanya pengembangan SDM sebaiknya disesuaikan pada bakat, minat kebutuhan anak yang bersangkutan, kemudian faktor saftwware, hardware menjadi perioritas yang harus diperhatikan oleh para pengambil kebijakan di daerah Istimewa . Salah satu strategi mengaktualisasikan aliran dan filisofi tersebut dengan dilaksanakan Community Base Manjement and school base manajement.
Dalam kehidupan masyarakat bahwa kelahiran seorang anak diawali pendengaran utama dan pertama yaitu bagi bagi anak laki-laki azan dan anak perempuan iqamah. Ini membuktikan upaya sadar orang tua mengharapkan anaknya mempunyai basis filosofis Islam. Karena itu tahap selanjutnya adalah orang tua mengharapkan anaknya dari kata-demi kata dan tindakan demi tindakan yang mengarah kepada pembentukan sikap dan tingkah laku yang baik. Dalam hal budaya peran orang tua sangat besar bila dilihat dari penjelasan tersebut di atas. Dan selanjutnya orang tua dengan sadar mengantar anaknya ke pendidikan formal di sekolah.
Untuk membangun pendidikan yang lebih baik di masa depan, tentu saja kita harus berkaca kepada masa lalu dan masa kini, sebab masa depan juga berada pada masa lalu dan masa kini :
Pembangunan nasional dibidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujutkan masyarakat yang maju, adil dan makmur, serta memungkinkan pada warganya mengembangkan diri baik berkenaan dengan aspek jasmaniah maupun rohaniah berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Secara sederhana masalah pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam empat hal yaitu : 1) masalah pemerataan; 2) masalah mutu; 3) masalah efektivitas; dan relevansi; 4) masalah efisiensi
Berkenaan dengan masalah pemerataan pendidikan Suparna (1987) menegaskan bahwa “ pertumbuhan penduduk yang cepat menimbulkan akibat yang luas terhadap segala segi kehidupan termasuk dalam segi pendidikan”. Meledaknya jumlah anak usia sekolah dapat mengakibatkan berkurangnya kesempatan belajar jika tidak diiringi dengan pertambahan daya tampung, yang berarti harus menambah jumlah sekolah dan ruang kelas baru. Hal ini yang menjadi masalah dalam pemerataan kesempatan belajar adalah terjadinya krisis keamanan sehingga menyebabkan banyak masyarakat yang ingin menyekolahkan anaknya ke daerah yang relatif lebih aman, yang mengakibatkan melimpahnya daya tampung diperkotaan dan kekurangan murid di daerah konplik.
Dalam masalah mutu, Suparna (1987) menegaskan bahwa “ perlu meningkatkan fasilitas yang diperlukan untuk mempetinggi mutu sistem pendidikan yang dilakukan, mengutamakan pendidikan keterampilan yang telah ada yang paling sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja”
Kenyataan menunjukkan bahwa lulusan pendidikan di Indonesia (lebih-lebih di ) belum mampu memenuhi ketentuan tenaga kerja, masih banyak lulusan pendidikan yang tidak mendapat kesempatan kerja dengan alasan kurang terampil dan tidak sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Menghadapi masalah tersebut. Mendikbud, ketika dijabat oleh Wardiman Joyo Negoro, memprakarsai program “ Link and match, prinsip ini telah mereduksi pendidikan nasional sebagai tempat pendidikan tenaga kerja” (Tilaar : 2000) Permasalahan yang dihadapi tentang efektivitas dan relevansi belum efektifnya penyelenggaraan pendidikan karena tanggung jawab pendidikan masih berada pada banyak tangan.
Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan pendidikan yang tidak terkoordinasi sangat tidak efektif. Dalam hal ini Nanang Fattah (2000) menegaskan bahwa ” Hubungan koordinatif merupakan pola hubungan yang menunjukkan hubungan antara unit dalam organisasi bertujuan mensingkronkan, saling mendukung, supaya searah dan tidak tumpang tindih”.
Jadi agar tujuan pendidikan dapat tercapai sebagai mana dihendaki, maka lembaga-lembaga yang berwenang membina pendidikan karena mempunyai jaringan koordinatif agar penyelenggaraannya efektif. Menyangkut dengan relevansi, telah menjadi masalah yang berkaitan dengan kebutuhan lapangan kerja. Lulusan pendidikan yang diperlukan oleh pasar tenaga kerja adalah yang memiliki keterampilan sesuai dengan kebutuhan daerah.
Masalah pendidikan yang dihadapi sangat komplek. Adanya proses pendidikan yang relevan dengan kebutuhan dan masalah yang dihadapi sangat diperlukan mengingat akan kebutuhan dana pendidikan. Hal ini penting karena sistem sekolah dengan segala kekuranganya ternyata memerlukan biaya amat besar. Untuk membayar pada guru saja, meliputi 80 %, dan yang lain seperti gedung, buku, alat pelajaran dan fasilitas lain dibebankan kepada orang tua (Suparna 1987).
Pendidikan membutuhkan bantuan dari semua sektor kehidupan, namun akhirnya bantuan itu akan kembali. Pendidikan mengundang warga negara terbaik tidak hanya untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan pendidikan yang berlangsung melainkan juga dalam usaha meningkatkan mutu, efisiensi dan produktivitas. Meningkat keterlibatan masyarakat masih diperlukan. Ssehubungan dengan hal ini, P.H Combs menegaskan bahwa “masalah efesiensi masih menjadi perhatian agar pendidikan dapat berhasil maksimal dengan bantuan biaya yang sangat rendah”.
Dihubungkan dengan langkah penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas menghadapi tantangan global, yang menjadi fokus pemecahannya adalah : masalah relevansi dan mutu pendidikan artinya pendidikan itu harus sesuai dengan pembangunan nasional. Adanya keterkaitan yang tinggi antara bekal pendidikan yang diberikan kepada seseorang/ masyarakat sehingga mareka dapat mengabdi pada kepentingan nasional, regional maupun masyarakat. Perubahan dan perkembangan masyarakat yang cepat tersebut memerlukan penyesuaian pengetahuan, keterampilan sikap-sikap dari seseorang atau masyarakat yang menghadapi tantangan masalah dan hajat hidup baru.
Mengembangkan sikap yang cocok untuk tuntutan hidup dan kehidupan kini, dan akan datang. Keempat arah dasar tersebut, pendidikan dapat menghasilkan corak manusia Indonesia yang dapat diharapkan memiliki rasa civic concionsness, community, responsibiliti dan partisipasi terhadap pembangunan.
Pendidikan yang relevansi dengan pembangunan di Indonesia adalah pendidikan yang benar-benar mempersiapkan manusia pembangunan yang berpancasila. Hasil lulusan pendidikan dapat mengisi lapangan kerja dan dapat pula membuka lapangan kerja yang berguna bagi diri, masyarakat dan bangsa. Selain masalah relevansi, maka masalah mutu pendidikan harus juga diutamakan. Mutu pendidikan diartikan setiap lulusan lembaga pendidikan harus benar-benar mempunyai pengetahua, keterampilan, dan sikap yang dapat diandalkan dalam bidang pekerjaan. Mareka menjadi tenaga kerja yang profesional dalam bidang pembangunan. Di Indonesia, tenaga kerja profesional diperlukan dalam setiap aspek kehidupan manusia sehingga dapat mengolah sumber-sumber alam yang mendatangkan kesejahteraan masalah baik secara nasional maupun regional.
Langkah dalam memecahkan persoalan tentang pendidikan di pemerintah daerah harus menempuh langkah-langkah strategi dan kebijakan yang konvensional, misalnya dengan menambah jumlah sekolah, meningkatkan jumlah
Secara sistemik pendidikan merupakan sub sistem dari sistem pembangunan. Dalam konteks lebih kecil, ia dapat dilihat pula sebagi sebuah sistem yang yang terdiri dari sub sistem pendidikan persekolahan dan sub sistem pendidikan luar sekolah. Dalam konteks lebih kecil lagi sub sistem pendidikan persekolahan juga dapat dilihat sebagai suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen sistemnya. Sub sistem pendidikan luar sekolah juga dapat ditelusuri sebagai suatu sistem yang di dalamnya juga ada sub-sub sistemnya. Begitu seterusnya yang oleh K.H Dewantara disebut dengan Tri Pusat Pendidikan.
Merujuk pada pendapat Tilaar (2000) yang menyatakan bahwa pendidikan tidak terlepas dari politik, sungguhpun pendidikan tidak dapat menggantikan fungsi politik. Namun, tanpa pendidikan sungguh peran dan kualitas politik akan tidak sempurna. Dan pendidikan pula yang amat besar artinya bagi kehidupan ekonomi, hukum, kebudayaan, agama, dan lain sebagainya. Konon, dalam mukandimah UUD 1945 telah ditegaskan dengan gamblang bahwa salah satu tujuan membentuk negara RI adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam GBHN 1999 juga ditegaskan bahwa, pendidikan merupakan bagian dari sistem pembangunan nasional. Oleh karenanya, ia adalah sub sistem yang berkaitan erat dengan subsisten lainnya, seperti subsistem ekonomi, hukum, politik, agama, kebudayaan dan sebagainya. Sebagai konsekwensi logis dari hakikat kesisteman (sistemik) bahwa pendidikan sebagai salah satu sub sistem, senantiasa akan dipengaruhi dan mempengaruhi sub sistem lainnya dalam dinamika sistem pembangunan nasional.
Pada tingkat makro, sub sistem pendidikan bukan hanya dipengaruhi dan mempengaruhi berbagai sektor pembangunan nasional, tetapi juga oleh berbagai kondisi perkembangan duni secara global. Sedangkan pada tataran mikro, khususnya dalam lingkup sistem pendidikan, khususnya pendidikan sekolah kita dihadapkan pada persoalan kebijakan pusat dan daerah, demokrasi pendidikan, soal kualitas pendidikan muatan materi kurikulum, persoalan biaya yang masih terbatas, dan persoalan relevansi program, mutu, dan kebutuhan yang sesuai dengan harapan keluarga dan masyarakat.
Sekaolah, keluarga dan masyarakat adalah pranata pendidikan :
Pernyataan ini ada benarnya, bila kita melihat dari konsepsi tri pusat pendidikan yang dikemukakan oleh K. H Dewantara. Dikata benar karena hakikat pranata adalah suatu sistem norma yang khusus, dan memiliki kekuatan untuk mengatur dan mempengaruhi prilaku, baik individu kolompok maupun organisasi. Bila kita merujuk lagi pada Koentjaraningat (antropolok ternama) tentang hal ini, ia menyebutkan bahwa pranata itu adaslah pola-pola peri laku yang teratur dan terjadi dalam proses interaksi antar manusia baik yang terjadi dalam lembaga resmi ataupun tdak resmi. Lembaga resmi disebut intitusi yang biasanya lebih teratur melaksanakan pola-pola interaksi tadi.
Pranata dapat diklasifikasi sesuai peran, fungsi dan fokus sebagai implementasi akikat keberadaannya. Atas dasar ini, kita mengenai adanya pranata yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan cinta kasih, kekerabatan, seks dan seterusnya yang kemudian melahirkan pranata perkawinan dan keluarga. Begitu pula halnya dengan pranata yang berfungsi untyuk memenuhi kebutuhan pendidikan, kecerdasan, moral, keagamaan dan seterusnya, yang kemudian melahirkan sekolah-sekolah. Demikian pula dengan kebutuhan akan politik, kekuasaan, kedaulatan, kehidupan bersama dan seterusnya, yang kemudian melahirkan partai politik, pemerintahan, masyarakat, parlemen atau DPR dan negara.
Keseluruhan pranata ini sangat berpenagruh terhadap dunia pendidikan bagitu pula sebaliknya. Sekolah sebagai pranata pendidikan akan selalu mempengaruhi dan dipengaruhi oleh masyarakat, misalnya dalam hal kualitas lulusan yang ideal yang sesuai kebutuhan masyarakat. Bila hal ini tidak dapat dipenuhi, maka implikasinya terhadap pranata pendidikan pasti ada, dan begitu juga sebaliknya. Pranata ekonomi yang terfokus dalam fungsinya untuk mendatangkan kemakmuran kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan fisik lainnya, akan sangat berarti bagi masyarakat. Tetapi bila hal ini disanggupi, bila tidak maka implikasinya akan ada, tentunya yang sesuai dengan itu. begitu juga dengan berbagai pranata lainnya dalam bidang hukum agama, kesenian, politik, pertahanan keamanan kebudayaan adat dan seterusnya.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

John Vaizey (1982) Pendidikan di Dunia Modern, Gunung Agung Jakarta

M. Ngalim Purwanto, Drs. (1975), Administrasi Pendidikan, Mutiara, Jakarta.

Nanang fatah ( 2000) Landasan Manajemen Pendidikan, Remaja Rosda Karya Bandung

Otang Sutrisna, Prof. Dr, MSc. Ed, (1998) Administrasi Pendidikan. Gunung Agung,

Soegarda Pourbakawatja, Kamus Ensiklopedi Pendidikan, Gunung Agung, Jakarta

PARADIGMA BARU MANAJEMEN SEKOLAH

PARADIGMA BARU MANAJEMEN SEKOLAH
Oleh : Saiful Bahri Yusuf

A. Pendahuluan
Membentuk masyarakat Indoensia baru yaitu masayarkat madani Indonesia tentunya memerlukan berbagai paradigma baru. Paradigma lama tidak memadai lagi. Suatu masyarakat yang demokratis tentuknya memerlukan berbagai praksis pendidikan yang dapat menumbuhkan individu dan masyarakat yang demokratis.
Masyarakat yang tertutup, yang sentralistik yang mematikan inisiatif berfikir manusia bukanlah merupakan pendidikan yang kita inginkan. Pada dasarnya paradigma pendidikan nasional yang baru harus dapat mengembangkan tingkah laku yang menjawab tantangan internal dan global. Paradigma tersebut haruslah mengarah kepada lahirnya suatu bangsa Indonesia yang bersatu serta demokratis. Oleh sebab itu penyelenggaraan pendidikan yang sentralistik baik di dalam manajemen maupun di dalam penyusunan kurikulum harus diubah dan disesuaikan kepada tuntutan pendidikan yang demokratis.
Demikian pula di dalam menghadapi kehidupan global yang komplek. Dan inovatif, maka proses pendidikan haruslah mampu mengembangkan kemampuan untuk berkompetisi di dalam kerja sama, mengembangkan sikap inovatif dan ingin selalu meningkatkan kualitas. Demikian pula paradigma pendidikan baru bukanlah mematikan kebinnekaan malahan mengembangkan kebinnekaan nenuju kepada terciptanya suatu masyarakat Indonesia yang bersatu di atas kekayaan kebinnekaan masyarakat dan bangsa Indonesia. Paradigma baru pendidikan haruslah dituangkan dan dijabarkan di dalam berbagai program pengembangan pendidikan nasional secara bertahap dan berkelanjutan.
B. Reposisi Pendidikan Nasional
Dengan paradigma baru pendidikan nasional untuk mengujikan masyarakat Indonesia baru yaitu masyarakat madani Indoensia maka posisi pendidikan nasional harus disesuaikan dengan tuntutan tersebut. Di dalam menentukan posisi pendidikan nasional tersebut beberapa konsep perlu dikembangkan dan dijabarkan lebih lanjut di dalam program-program serta kegiatan yang nyata. Pendidikan ternyata perlu dilihat di dalam lingkupan pengertian yang luas. Hal yang perlu dikaji kembali yaitu:
Pertama, pendidikan tidak dapat dibatasi hanya sebagai scholling belaka. Dengan membatasi pendidikan sebagai scholling maka pendidikan terasing dari kehidupan yang nyata dan masyarakat terlempar dari tanggung jawabnya dalam pendidikan. Oleh sebab itu rumusan mengenai pendidikan yang hanya membedakan antara pendidikan formal dan non formal perlu disempurnakan lagi dengan menempatkan pendidikan informal yang justru akan semakin memegang peranan penting di dalam pembentukan tingkah laku manusia dalam kehidupan global yang terbuka.
Kedua, pendidikan bukan hanya untuk mengembangkan intelegensi akademik peserta didik. Pengembangan seluruh spektrum intelegensi manusia perlu diperlukan kesempatan pengembangannya di dalam program kurikulum yang luas dan fleksibel di dalam pendidikan formal dan non formal selanjutnya pendidikan ternyata bukan hanya membuat manusia pintar tetapi yang lebih penting ialah manusia yang berbudaya, tujuan pendidikan bukan hanya manusia yang terpelajar tetapi manusia yang berbudaya (educated and civilized human being).
Dengan terbitnya Undang-Undang Otonomi Daerah pada tahun 1999. Maka dimulai salah satu rentetatan proses demokratissasi didalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesi. Proses demokratisasi tersebut berarti suatu perubahan wawasan baik didalam pemerintahan maupun pembangunan. dengan bidang pemerintahan, peranan perintah pusat yang mula-mulanya sangat setralistik, diubah menjadi pemberian wewenang yang lebih besar kepada pemerintah daerah. Didalam bidang pembangunan terjadi perubahan wawasan dari wawasan top-down berubah menjadi grassroot.
Didalam perubahanwawasan tersebut kita semua masih menunggu terbitnya berbagai peraturan pemerintah yang mengatur tata cara pelaksanaannya. Perubahan wawasan juga terjadi didalam pembanguan berbagai aspek kehidupan masyarakat dan bangsa kita.
Tampa bermaksud mengurangi makna dari nilai yang telah dicapai dalampengelola pendidikan pada masa sebelum era reformasi, namun era tersebut dipandang sebagai erayang sangat sentarlistik, segala sesuatunya dia sumsikan oleh dan dari Jakarta. Manajemen seperti bisa diterima sebagai kebenaran pasa masanya, meskipun secara umum diketahui tidak baik. namun hal tersebut dilaksanakan oleh pemerintah pusat sebagai kebijakan yang terbaik. Sedangkan era reformasi saaat ini menuntut berbagai hak yang harus diterima dan dinikmati oleh daerah. Salah satu diantaranya yang dituntut keras adalah otonomi dalam pelaksanaan pengelolaan pendidikan, demi perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan yang selama diakui sangat rendah dan tidak dapat berkompetisi di kancah internasional apalagi pada kancah era globalisasi yang selama ini didengungkan.
Kita memahami bahwa berbagai tuntunan yang dimaksud antara telah ada yang diberikan meskipun tanpa keikhlasan sepenuhnya dari pemerintah pusat. Ketidak keikhlasan itu dapat ditandai dari tidak seriuasnya atau seperti kurang peduli dalam hal kesiapan pemerintah melaksanakan pemberian berbagai hak otonomi dimaksud. Sebagaimana dikemukakan oleh Ryas Rasyid dalam pernyataanya dalam wawancara RRI Semarang pada tanggal 25 April 2001 pukul 08.00 WIB, sebagai bukti adalah dari 700 peraturan pemerintah pendudukung UU No. 22 dan 25 nyaris tidak ada yang dikerjakan.
Ketidakikhlasan dari pihak pemerintah tersebut tidak terkecuali dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, yang sampai saat ini belum ada peraturan pemerintah yang mengatuir pelaksanaan pendidikan dan kebudayaan sebagai realisasi otonomi daerah. Kita boleh atau dapat mempertanyakan berbagai peraturan pemerintah yang ada kaitanya dengan bidang pendidikan dan kebudayaan sebagaimana halnya dengan PP 27, 28, 29, 31, 32 Tahun 1990, dan 60 tahun 1999? Semuanya dengan adanya UU Nomor 22 dan Nomor 25 seharusnya tidak berlaku lagi, karena PP itu disusun di bawah payung USPN Nomor 2 tahun 1989 dengan asumsi sentralisasi tadi.
Salah satu dari pelaksanaan Undang-undang otonomi daerah ilaha di dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Penyelenggarakan pendidikan dan kebudayaan yang akan menjadi tugas dan wewenang daerah didalam pelaksanaanmemerluka persiapan-persiapan baik didalam penyusunan perncana, program dan penyediaan sumber daya.
Terlepas dari kebelumadaan berbagai regukalasi yang mengatur pelaksanaan otonomi pendidikan didaerah, saat ini telah beredar buku manajemen mutu berbasis sekolah terbitan Depdikbud. dipersepsi sebagai upaya mengawali otonomi pendidikan sambil menunggu terbitnya PP tentang pendidikan.
C. Otonomi Pendidikan
Ketidakjelasan pengelola pendidikan pada otonomi daerahini menjadi serba simpang siur informasi yang beredar dilapangan sedikit ada tiga wacana umum pngelola pendidikan pada otonomi dimaksud yaitu : pertama tetap pemerintah pusat, yang pelaksanaannya selama ini diberikan wewenang kepada daerah kedua adalah pemerintah Kebupaten sebagai pengelola otonomi yang berkewajiban mulai dari memikirkan hingga memenuhi kebutuahannya, mulai dari membuat hingga evaluasi kurikulumnya dan yang ketiga adalah masingmasing sekolah. sekolah secara grass root memikirkan dan memenej sekolahnya masing-masing secara otonomi, meskipun dana tetap mendidik kewajiban pemerintah kabupaten untuk menyedianya. yang terakhir ini yang dimaksud dengan paradigma baru manajemen persekolahan kita.
Ketiga paradigma tadi muncul secara kacau disebabkab oleh tidak siap dan singapnya pemerintah pusat mempersiapkan berbagai PP, sementara daerah tidak sabar menunggu terbitnya PP-PP tersebut, entah kapan. Terserah yang mana yang benar nantinya. Namun perlu perkajian terhadap paradigma tadi.
Penyerahan manajemen pada sekolah sungguh sangat riskan kecuali beberapa sekolah yang berada di inti kota (seperti dijawa utamanya).
(kepala) sekolah mana di inidonesia yang mampu memenej sekoah secara kafah. Sekolah mana yang mampu membuat kurikulum dan mengevaluasi kurikulumnya.
Penyerahan manajemen pendidikan kepada pemerintah kabupaten juga merupaka kebijakan yang harus memikul resiko besar setidak lima sampai sepuluh tahun pertamanya. Pada awalnya, mereka pasti kesulitan membuat kurikulum yang berwawasan lokal sekaligus globa dibawah payung nasional. Baikla, pembuatan kurikulum diminta jasa/bantuan kepada perguruan tinggi saja pun masih adopsi sana sini, jipklasana jiplaksini (namun diharapkan tidak lah demikian), sebab perguruan tinggi sendiri pada umumnya masih belum berpengalaman dalam hal menepuni kurikulum jenjang pendidikan sebelum penguruan tinggi.
Penyerahan kebijaksanaan pendidikan kepda daerah ini akan membentuk kualitas pendidikan yang sangat variatif dan perbedaan yang sangat ekstrim, meskipun terdapat faedah yang cukup banyak.
Penggeseran sebahagian kekuasaan pemerintah pusat kedaerah bukanlah Indonesia sebagai pioner, meskipun pada istilah yang berbeda, dan semuanya menangung resiko. Resiko di perparah lagi karena tak satu pun negara yang menyerahkan kekuasaannya kedaerah yang didasarkan karena kesadaran dn kerelaan, pada ummnya dimulai dari kekacauan dalam berbagai bentuk.
Spanyol misalnya, mulai dari perang saudara anatara pusat dan daerah tahun 1936 yang akhirnya dimenangkan pusat yang kemudian dipinpin oleh seorang diktator Jendral Francisco Franco selama 40 tahun. Kemudian pada tahun 1960 gelombang demokrasi Belanda kepemimpinan sang Jendral hingga pada akhirnya hayatnya.
Pendidikan yang berfokus sekolah mereka praktikkan menunjukan bahwa banyak dewan sekolah yang lamban menyesuaikan diri terhadap manajemen baru itu, juga banyak guru-guru yang berbakat enggan ambil bagian dalam tanggung jawab kepemimpinan sekolah karena daerah tidak mampu memberikan gaji dan insentif yang layak bagi mereka.
Di Chillie, hasil-hasil ujian standar ujian nasional ternayata menurut sebanyak 14 persen untuk bahasa spanyol dan 6 persen untuk matematika sebagai implikasi dari desentarlisasi dengan berbagai konsekuensinya. Demikian juga di berbagai negara lain seperti Argentina, Brazil, Meksiko, dan India, serta negara lain-lain, pelaksanaan otonomi tersebut membuat mutu pendidikan menjadi tergangung pada kurun waktu 5-10 tahun pertama.
D. Paradigma Manajemen Baru
Di atas telah diunggkapkan bahwa tuntunan akan otonomi daerah salah satu adalah tuntunan akan kualitas pendidikan kita. Harus diakui bahwa kualitas pendidikan kita nelum dapat bersaing dengan negara negara lain. di lihat dari indikator kualitas penyiapan sumber daya manusia, Indonesia berada pada urutan 108 dari 137 yang disurvai. Sebaliknya harus diakui bahwa berbagai upaya menuju peningkatkan kualitas telah dilakukan.
Berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi guru telah dilakukan, pengadaan buku dan alat pembelajaran telah ditingkatkan, perbaikan sarana dan prasarana terus dilakukan, peningkatan mutu manajemen juga terus diuapayakan. Akan tetapi tetap pada mutu yang rendah. Lalu, apa yang salah dalam penyelenmggrakan pendidikan kita?
Pengamatan serrta pengalaman menunjukan tiga faktor sebagai penyebab utama rendanya mutu pendidikan kita yaitu :
Pertama adalah pendekatan yang digunakan, yakni educational production function atau imput-out put analysis yang dilaksanakan tidak konsisten. Asumsi yang ditekankan adalah, apabila segala sesuatu imput dipenuhiseperti kualifikasi guru dan inservis trainingnya, buku dan alat pembelajaranya, sarana dan prasarananya, dll, maka sekolah sebagai pusat produksi akan mengahsilkan out put yang dikehendaki. Kenyataan kita gagal. Sekarang disadari bahwa kita mengabaikan pemantauan terhadap proses, kita menekankan kepada in put dan out put.
Kedua adalah penyelenggarakan pendidikan nasional yang sentralistik. Paradigma ini menganut faham bahwa sekolah adalah pelaksanaan keputusan birokrat pusat yang penyampaian keseloah melalui birokrasi yang sangat panjang dan berliku-liku. Keputusan yang diambil dalam pedidikan yang sentralistik ini semua berasumsikan Jakarta ; padahal Jakarta bulkanlah prototipe persekolahan Indonesia baik dari sudut mana saja kita memandangnya.
Ketiga adalah lemahnya empowering masyarakat. Penyenglenggaraan pendidikan nasional selama ini lemah dalam melibatkan peranserta masyarakat.
Masyarakat tidak dilibatkan segala proses masyarakat hanya terlibat dalam pengadaan dana, lewat SPP, BP3 dan semacam yang seperti itu. masyarakat tidak dilibatkan dalam monitoring dan evaluasi, dan tidak dilibatkan dalam pembuatan laporan dan pertanggungjawaban.malahan, akutanbiklitas sekolahputidak ada kep[ada masyarakat,seolah sekolah terpisah dan tidak punya beban terhadap masyarakat.
Setelah mengakji ketiga faktor penyebab itu, muncul paradigma baru amanajemen pendidikan kita, yaitu selain bertumpu pada imput out-put juga proses, desentralisasi, dan pemberdayaan masyarakat.
Pengelolaan pendidikan kita terpusat di sekolah. sekolah harus melibatkan siapa saja (stake holders) untuk memikirkan, merencakanan, melakonil, mengkontrol, mengevaluasi, dan pemberian pertanggunng jawaban pelaksanaan pendidikan di sekolah. Sekolah harus membentuk dewan sekolah atau majelis sekolah ataupun apa namanya.
Berpengalaman dari kegagalan kita selama ini dan mengambil pelajaran dari9 berbagai negara modern dalam pendidikan, kita tidak boleh mundur ke sentralistik pengelolaa pendidikan. desentralisasi pendidikan kita bukan pada tingkat meso melainkan pada tingkat grass roots, yakni di sekolah, meskipun kita harus menderita 5-10 tahun. Pemberdayaan masyarakat lewat pembentukan wadah semacam dewan sekolah mutlak perlu. Orang tua pelajar, pengusaha, politisi, pemikir, kalangan penguruan tinggi, dan lain-lain harus dilibatkan dalam dewan sekolah.
E. Manajemen Mutu Berbasis Sekolah dalam Perspektif Otonomi Daerah
Mutu atau kualitas pendidikan marupakan cita-cita semua orang yang berkepentingan terhadap pendidikan. meskipun pembicaraan terhadap mutu pendidikan tidak habis-habisnya namun memterjemahankan dalam wujud kerja merupakan sesuatu yang amat sulit, karena pemahaman orang terhadap mutu itu sendiri bermacam-macam, tergantungg kepada sudut pandang yang dugunakan.
Disini mutu artikan dalam istilah umum, yaitu gambaran dan karalteristik menyeluruh ddari barang-barang atau jasa yang menunjukan kemampuannya dalam memuasakan kebutuhan yang ditentukan (Depdikbud 2000)
Dalam pendidikan, mutu menyangkut kepada tiga variabel imput, proses, dan output. Mutu pendidikan menjadi lebih semangat lagi dibicakan pada perspektif otonomi daerah yang telah digulirkan sejak Januari 2001 yang lalu. Semua penikmat pendidikan berharap banyak terhadap otonomi daerah, kiranya mampu mendongkrak mutu pendidikan Indonesia lewat kompetisi antar kabupaten.
1. Manajemen Mutu Berbasis Sekolah.
Manajemen mutu berbasis sekolah (MBS) bertujuan untuk mendirikan dan memperdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan sumber daya untuk meningkatkan mutu sekolah.
Adapun mutu yang hendak digapai itu adalah: imput. Yaitu segala sesuatu yang harus tersedia karena membutuhkan demi keselenggarakan proses. Sesuatu yang dimaksud adalah berupa sumber daya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pembantu bagi berlangusng proses. Sumber daya dimaksud adalah sumber daya insani, seperti kepala sekolah, guru, karyawan, dan peserta didik, dan sumber daya selebihnya, seperti uang, peralatan, bahan, dan sebagainya.
Harapan-harapan dimaksud berupa visi, misi, tujuan dan targert yang ingin dicapai oleh sekolah. semuanya ini secara ideal harus siap agar prosesdapat terlaksana baik. secara konsepsional, semakin tinggi tingkat kesiapan imput semakin tinggi muru imput tersebut.
Proses, meriupakan berubahnya sesuatu menjadi sutau yang lain. sesuatu itu adalah imput, sedangkan sesuatu yang lain itu disebut output.
Disekolah, yang dimaksud dengan proses adalah, seperti pengambilan keputusan, pengelolaan program proses belajar mengajar, monitoring, dan evaluasi. Keseluruhan proses yang ada, proses belajar mengajar merupakan proses yang emiliki tingkat yang lebih tinggi dari pada proses yang lain.
Yang terakhir adalah output, merupakan kinerja sekolah. yakni prestasi peserta didik menunjukakan pencapaian yang tinggi dalam hasil Ebtanas misalnya, atau bidang non akademi.
Konsep utama dari MBS adalah otonomi sekolah dan pengambilan keputusan. Otonomi diartikan sebagai kemandirian dalam mengatur sekolah mengurus diri sendiri. Otonomi sekolah adalah kewenangan menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspira warga sekolah sesuai dengan peraturan undang-undag pendidikan yang berlaku. Dalam praktiknya dituntut kemampuan yang tinggi dalam banyak hal dari warga sekolah.
Pengambilan keputusan dalam hal MBS adalahpengambilan keputusan partisipasi. Bahwa keputusan yang diambil merupakan keputusan yang terbaiksecara demokrat dan terbuka dari banyak pertimbangan para stake holder.
Yang menjadi stake holder adalah kepala sekolah, gru, orang tua siswa, tokoh masyarakat, perwakilan dari mengambil keputusan partisiapsi ini adalah, semua pihak menjadi merasa memiliki terhadap keputusan itu, sehingga merka akan bertanggung jawab dan berdikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah.
Singkatnya, semakin besar partisipasi, semakin besar pula rasa memiliki, semakin besar rasa memiliki, semakin besar pula rasa tanggung jawab, makin besar pula dedikasi. (Depdiknas, 2000)
Uraian diatas menunjukkan betapa besar peran dan fungsi sekolah dalam upaya meninkatkan mutu. Sekolah menjadi unit utama pengelolaan proses pendidikan, sedangkan unit-unit di atasnya, kandicam, kandinkab, dan kandin merupakan pendukungnya, khususnya dalam mengelolaan peningkatan mutu.
Tuntunan ini mengisyaratkan kepala sekolah harus cerdas dan terpilih. Ciri seorang kepala yang cerdas adalah yang banyak gagasan cemerlang dan mampu membuat gagasan yang teralisasi. Kepala yang terpilih adalah kepala yang ditetapkan oleh pejabat berwenang setelah melalui seleksi dari stake holder tadi. Rekrutmen calon kepala sekolah bisa dari sekolah lain (external reqruitmen). Karakteristik MBS. Apabila sekolah ingin menerapkan MBS, maka sejumlah karakteristik berikut perlu dimiliki:
Output adalah gambaran kinerja sekolah. kinerja sekolah dalam prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses yang berlangusng di sekolah tersebut. kinerja sekolah diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovaisnya, kualitasnya kehidupan kerjanya, serta moral kerjanya. Output dari proses kerja sekolah berada dalam dua dimensi akademi (academic achievement) dan dimensi non-akademi (non-academic achievement).
Proses adalah berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. berubahnya imput (siswa) dari tidak tahu menjadi tahu, misalnya.
Variabel ini diukur lewat indikator: efektivitas proses belajar mengajar tinggi; kepemimpinan kepala sekolah yang kuat; pengelolaan yang efektif tenag kependidikan; sekolah memiliki budaya mutu: sekolah memiliki teanwork yang kompak, cerdas, dan dinamis; sekolah memilik kemandirian, partisipasi warga sekolah dan masyarakat yang tinggi. seolah memiliki keterbukaan manajemen, sekolah memiliki kemampuan untuk berubah; sekolah melakukan evaluasi dan pebaikan secara berkelanjutan; sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan; sekolah memiliki akuntabilitas; sekolah memiliki sustainbilitas.
Imput adalah segala masukan yang memungkinkan berlangusng dan tercapainya proses yang berkualitas. Termasuk kedalamnya adalah, siswa, guru, cita-cita (visi, misi, tujuan, target), sarana prasarana, kepala sekolah, konserlor, karyawan, uang dan sebagainya. Keseluruhan harus sinergik secara total untuk mencapai mutu. Takaran untuk variabel ini adalah sekolah memiliki kebijakan mutu, tersedia SDM cukup, cakap dan siap, sekolah memiliki harapan prestasi yang tinggi, fokus pada pelanggan, dan sekolah memiliki imput manajemen. Paradigma, yakni imput-proses-output, dengan masing-maisng indikatornya. Yang menjadi inti pada MBS ini adalah otonomi dan pengambilan keputusannya, yakni, mandiri hampir dalam segala aspek, termasuk sangat memungkinkan untuk mencari uang sendiri.
Diantara segalanya itu uang, adalah faktor utama sekali, harus menjadi prioritas utama pemerintah daerah. Mari kita mulai membangun daerah lewat pendidikan, tumpahkan segala perhatian kepada pendidikan. biarlah kita ulang “berakit-rakit kehlu berenang-renang ketepian, biarlah bersakit kita dahulu asalkan anak cucu serta para cicit kita senang di kemudian hari”.
2. Karakteristik Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
Karakteristik yang dimulai dengan output dan diakhir dengan input mengingat outpu memiliki tingkat kepentingan tertinggi, sedangkan proses memiliki tingkat kepentingan satu tingkat lebih rendah dari output dan input memiliki tingkat kepentingan dua tingkat lebih rendah dari output.
Untuk tercapainya output yang bermutu, maka prosespun harus bermutu. Adapun proses yang bermutu mempunyai langkah-langkah sebagai berikut :
1. efektifitas proses belajar mengajar tinggi
2. kepemimpinan sekolah yang kuat
3. Pengelolaan yang efektif tenaga kependidikan
4. Sekolah memiliki budaya mutu
5. Sekolah memiliki kewenangan (kemandirian)
6. Partisipasi warga sekolah dan masyarakat
7. Sekolah memiliki keterbukaan (transparansi manajemen)
8. Sekolah memiliki kemauan untuk berubah (psikologis dan fisik)
9. Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan
10. Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan
11. Sekolah memiliki akuntabilitas
12. sekolah memiliki sustainalitas
Semuanya ini dapat terwujut apabila imputnya berkualitas, adapun imputa yang berkualitas mempnyai ciri sebagai berikut :
1. Memiliki kebijakan mutu
2. Sumber daya tersdia dan siap
3. Memiliki harapan prestasi yang tinggi
4. Fokus pada pelanggan (khususnya peserta didik )
5. Input manajemen
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulalkan bahwa paradigma baru Manajemen Sekolah memang sangat tepat diterapkan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, sehingga bangsa kita dapat mensejajarkan diri dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju dalam bidang pendidikan.
Pendahuluan
Garis-Garis Besar Haluan Negara mengamanatkan bahwa “Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yaitu "manusia yang beriman dan bertaqwa, berbudi luhur, berdisiplin, bekerja keras tangguh, bertanggung jawab, mandiri cerdas dan terampil serta sehat rohani dan jasmani. Pendidikan nasional juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta terhadap tanah air dan kesetia kawanaan sosial.
Dengan demikian jelaslah bahwa pendidikan baik secara informal, non formal maupun formal perlu mendapat perhatian yang serius dari semua pihak, mengingat pendidikan adalah faktor penting dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan dapat menentukan tingkat peradaban suatu golongan masyarakat, bahkan tingkat peradaban suatu bangsa. Oleh karena itu baik buruknya peradaban suatu bangsa ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan dalam negara tersebut.
Disisi lain, pendidikan yang diperoleh seorang anak di tiga lingkungan yaitu pendidikan dalam keluarga, masyarakat dan dilingkungan sekolah. Dalam hal ini, Sulaiman (1976:9) mengemukakan ada tiga lingkungan pendidikan sebagai berikut :
Selama pendidikan ditujuakan pada usaha pengembangan corak kepribdian seseorang, maka ketiga lingkungan hidup manusia yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat akan selalau mempengaruhi perkembangan kepribadian itu dalam ketiga lingkungan itu berlangsung pendidikan bagi seseorang apakah ia masih anak maupun dewasa. Proses pendidikan itu terjadi karena seseorrang terlalu beriteraksi dengan lingkungannya. Pendidikan di sekolah deisebut formal dilingkungan masyarakat disebut non formal dan dilingkungan keluarga disebut informal.

Dengan demikian pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak, terutama orang tua karena pendidikan ynag pertama diterima oleh anak dalam keluarga. Pendidikan anak yang baik akan menghasilkan warga negara yang berkualitas tinggi, baik jasmani dan rohani yang akan menjamin kualitas generasi muda yang akan datang.
Pendidikan dalam keluarga sangat penting, karena seorang anak pertama kali menerima pendidikan dalam keluarganya, sebab anak lebih banyak waktunya dalam keluarga dari pada di sekolah. Sebab orang tua sangat menentukan keberhasilan pendidikan anaknya. Sehubungan dengan hal ini nabi Muhammad SAW bersabda, yang maksudnya " setiap anak dilahirkan atas dasar fitrah (suci), maka ibu bapaknyalah yang menasranikan, meyahudikan atau memajusikan mereka"
B. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan permasalahan di atas , maka yang menjedi tujuan pembahasan ini adalah untuk mengetahui :
a. Pendidikan dan perubahan pada anak
b. Fungsi Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak Keluarga
c. Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Anak dalam Keluarga.
C. Manfaat Pembahasan
Hasil pembahasan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama :
a. Penulis sendiri dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai peran orang tua dalammendidik anak dalam keluarga
b. Para pembaca dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan dalam mendidik anak-anaknya dalam keluarga

D. Pembahasan
Simanjuntak (1973:7) mengemukakan bahwa orang tua adalah " ibu dan ayahnya, merupakan orang yang terdekat dengan anak" . Selanjutnya Ahmadi (1991 : 241) mengemukakan orang tua (ayah dan ibu) menjadi " pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya". Arifin (1977:74) menegaskan bahwa orang tua adalah " kepala keluarga, yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup keluarganya"
Dari ketiga pendapat di atas jelaslah bahwa yang dimaksud dengan orang tua adalah ibu dan ayah dari anak-anak dalam suatu keluarga, yang mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anaknya terutama terhadap pendidikan, karena orang tua merupakan guru yang pertama dan utama bagi seorang anak. Oleh karena itu orang tua perlu menjadi panutan yang positif bagi anak-anaknya. Maka orang tua mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap keberhasilan pendidikan anak-anaknya, sehingga orang tua tidak hanya menganggap bahwa pendidikan hanya tanggung jawab guru di sekolah.
Paran orang tua terhadap pendidikan sangat menentukan terutama pada usia sekolah dasar, karena usia tersebut anak masih terikat dengan orang tua, bahkan kecenderungan anak masih terbawa keadaan atau kebiasaan dalam keluarga, sebab pada usia tersebut anak belum dapat memilih dan memilah antara yang benar dengan yang salah. Oleh karena itu pendidikan dalam keluarga sangat menentukan keberhasilannya di sekolah. Untuk lebih jelas tentang pendidikan dapat dilihat uraian berikut : Dalam penelitian ini yang dimaksudkan dengan partisipasi orang tua dibatasi pada keterlibatan orang tua dalam pembinaan, penyediaan buku, fasilitas dan pengawasan.
1. Pendidikan dan perubahan pada anak
Pengertian pendidikan sudah tidak asing lagi bagi masyarakat, karena sudah sering mendengarnya baik dikota maupun didesa. Namun ada juga diantara anggota masyarakat yang belum mengetahui arti yang sebenarnya dari pendidikan. Arifin (1997:12) hakikat pendidikan adalah "usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal".
Selanjutnya Bratanusa (Ahmadi 1991:69) pengertian pendidikan adalah " usaha yang sengaja diadakan baik langsung maupun dengan cara tidak langsung untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaan". Kemudian Rousseau (Ahmadi 1991:69) pendidikan adalah " memberi kita pembekalan yang tidak ada pada anak-anak, akan tetapi bias membutuhkan pada waktu dewasa". Pendidikan yang merupakan bagian dari pembangunan yang memegang peranan penting, maka banyak sekali para ahli yang memberikan definisi tentang pendidikan, dimana para ahli tersebut dalam mendefinisikan pendidikan sudut pandang mereka masing-masing.
Pendidikan yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah pengaruh, bantuan atau tuntutan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya dalam keluarga semenjak anak tersebut masih kecil. Untuk mengetahui tingkat pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga pada perubahan sikap atau prilaku, serta kemampuan dan keterampilannya. Untuk lebih jelas mengenai perubahan tersebut dapat dilihat uraian berikut.

a. Perubahan yang terjadi secara sadar
Menurut Ahmadi (1991 : 72) perubahan yang terjadi secara sadar, dimaksudkan bahwa " seseorang yang telah mengalami proses belajar dapat menyadari dan merasakan adanya perubahan dalam dirinya". Dengan demikian seseorang dapat merasakan bahwa pengetahuannya telah bertambah, kebiasaannya telah berubah, demikian juga mengenai kecakapan dalam melakukan suatu pekerjaan.
b. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan dalam belajar bukanlah bersifat sementara, akan tetapi bersifat permanen dan tidak mudah hilang dalam waktu yang relatif singkat. Sehubungan dengan ini, Natawijaya (Imanuddin, 1980:15) perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara bahwa " Kecakapan seorang anak dalam memainkan piano setelah belajar, tidak akan hilang begitu saja melainkan terus dimiliki bahkan makin berkembang kalau terus digunakan atau terus dilatih".
c. Perubahan bersifat kontinyu dan fungsional
Selanjutnya Ahmadi (1991 : 73) menjelaskan bahwa perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional, artinya "perubahan yang terjadi akan dapat mempengaruhi perubahan yang lain serta bermanfaat bagi kehidupan individu itu sendiri". Seorang anak belajar naik sepeda akan mengetahui bahwa telah terjadi perubahan pada dirinya dari tidak dapat naik sepeda menjadi dapat. Perubahan ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi berlangsung terus sehingga kecakapan naik sepeda menjadi lebih baik dan lebih sempurna. Di samping itu dengan kecakapan yang dimilikinya dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.

d. Perubahan bersifat aktif dan positif
Ahmadi (1991 : 72) menyatakan bahwa perubahan dalam belajar bersifat aktif dan positif, artinya " perubahan yangt terjadi senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik atau lebih sempurna". Dengan demikian semakin semakin banyak usaha belajar semakin banyak pula perubahan yang diperoleh. Dan perubahan belajar juga bukan terjadi secara otomatis, tetapi merupakan usaha dari individu itu sendiri secara aktif.
e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Ahmadi (1991 : 73) mengemukakan bahwa perubahan yang terjadi melalui proses belajar bertujuan atau terarah, berarti " perubahan tingkah laku itu terjadi karena adanya tujuan yang ingin dicapai dan selalu diarahkan pada tujuan yang benar-benar disadari". Seorang yang belajar montir radio telah menetapkan lebih dahulu apa yang mungkin dapat dicapai dengan belajar montir radio tersebut atau jenis kecakapan yang bagaimana akan diperolehnya. Dengan demikian perbuatan belajar selalu diarahkan pada tingkah laku manusia yang menjadi tujuan utama.
f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Ahmadi (1991 : 73) perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku bahwa ”perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang telah belajar meliputi perubahan seluruh tingkah laku orang tersebut". Dengan demikian seseorang yang telah mengalami proses belajar akan nampak pada dirinya adanya periubahan baik dalam pengetahuan, sikap, keterampilan maupun kebiasaan-kebiasaan. Hanya dari perubahan-perubahan tersebut tidaklah semuanya nampak dengan jelas, kecuali dalam bidang keterampilan. Perubahan anak dapat diperhatikan dalam ia bersikap,bertindak, berkata dan berbuat dalam kehidupan sehari-hari
2. Fungsi Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak Keluarga
Pada hakekatnya tanggung jawab orang tua terhadap anak sangat besar, karena anak merupakan amanah Allah SWT kepadanya. Oleh karena itu fungsi orang tua terhadap anak-anaknya tidak hanya memenuhi kebutuhan pangan dan sandang saja, tetapi juga harus dapat memberikan perlindungan terhadap rasa aman, rasa sayang dan yang lebih penting adalah pendidikan. Karena melalui pendidikan inilah anak dapat mengenal diri orang tua dan Tuhannya. Di sisi lain seorang anak memperoleh kebahagian hidup dunia dan akhirat dengan ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan baik yang diterima dalam keluarga, masyarakat maupun di sekolah.
Segala bentuk bantuan, tindakan yang diberikan orang tua dalam keluarga untuk membentuk kepribadian anaknya dalam upaya mendewasakan anak dan sekaligus untuk mencapai keberhasilan pendidikannya. Usaha ini sangat menentukan dalam proses pendidikan anak dimasa yang akan datang.
Darwis A Sulaiman (1979:11) mengatakan pekerjaan rumah yang diberikan kepada anak merupakan "suatu kesempatan untuk lebih mengenal sekolah dan juga untuk melengkapi pendidikan anak mereka sendiri". Selanjutnya Winkel (1983 : 52 ) mengemukakan fungsi orang tua terhadap pendidikan anak dalam keluarga yaitu "
(a) fungsi orang tua sebagai contoh bagi pribadi anak,
(b) orang tua sebagai motivator anak dalam belajar,
(c) orang tua sebagai pemenuhan fasilitas belajar anak,
(d) orang tua harus membantu anak dalam proses belajar anak,
(e) orang tua sebagai pembentuk kedisiplinan anak dan
(f) mengikut sertakan anak dalam kegiatan ekstrakurikuler .

a. Fungsi orang tua sebagai contoh bagi pribadi anak
Zakiah Darajat (1988 : 54) menegaskan fungsi orang tua dalam keluarga adalah "orang yang senantiasa dapat memberikan contoh teladan bagi anak dalam keluarga dengan perbuatan dan tindakannya sehari-hari". Suatu konsep berfikir atau sikap orang tua yang baik merupakan modal yang baik bagi perkembangan kepribadian anak dimasa yang akan datang, agar anak benar-benar mencapai kedewasaan dalam arti seluas-luasnya.
Dengan demikian orang tua harus menunjukkan sikap dan perbuatan serta tindakan yang baik kepada anaknya karena anak akan terus meniru apa yang dilihatnya. Dengan kata lain anak akan mengikuti semua gerak pola tingkah laku orang tuanya dirumah secara diam-diam sehingga terbawa ketempat yang lain. Sehubungan dengan hal ini, Darajat ( 1988:76) mengemukakan orang tua sebagai contoh bagi pribadi anak, karena " sikap orang tua seringkali ditiru anak tanpa diketahui". Jadi semua cara orang tua bertingkah laku menjadi contoh teladan yang senantiasa merupakan sumber yang harus diikuti oleh anaknya dalam kehidupan sehari-hari.
Tingkah laku yang dimaksud disini adalah tingkah laku positif, karena orang tua yang sudah matang akan berusaha memperlihatkan contoh-contoh yang positif untuk anak-anak mereka dengan jalan yang searah dan cara yang bermacam-macam termasuk mengahadapi masalah-masalah sehari-hari.
b. Orang tua sebagai motivator anak dalam belajar
Menurut Ahmadi (1991 : 41) orang tua sebagai motivator (pendorong) anak dalam belajar adalah " orang tua dalam mendidik anaknya dapat memberikan suatu pengaruh atau daya dari belakang, sambil mengikuti arah perkembangannya". Anak-anak boleh dibiarkan berkembang sendiri menurut kemampuannya, tetapi harus ada pengawasan dari orang tua, yang disini berfungsi sebagai motivator dan anak dituntut supaya aktif belajar”.
Di lain pihak orang tua harus memberikan kesempatan dan menghargai anak dalam hal mengeluarkan pendapatnya sendiri dengan dilandasi atas batas-batas yang tertentu dan mengarah kepada perbuatan yang negatif. Sikap semacam ini adalah kewajiban orang tua sebagai pemimpin dalam keluarga untuk berdiri dibelakang anak, dalam arti tetap mengamati dan mengawasi segala tindak perbuatan anak dirumah, agar senantiasa diarahkan kepada saling kerja sama antara anak dengan orang tua.
Zakiah Darajat (1988:140) mengemukakan Tut Wuri Handayani yang berarti " bahwa orang tua harus memberikan dorongan kepada anak-anaknya, agar mereka berani berjalan didepan dan sanggup bertanggung jawab sendiri terhadap segala tingkah laku dan perbuatannya" Dalam memberikan bimbingan dan dorongan seperti tersebut di atas tidak hanya dilakukan orang tua saja, akan tetapi ikut pula orang lain yang ada dalam lingkungan keluarga seperti paman, bibi, pembantu dirumah dan yang lainnya. Jadi semakin besar jumlah anggota keluarga maka semakin besar pula pengaruh terhadap pendidikan anak dalam rumah tangga, karena sulit untuk menentukan batas-batas hak kewajiban dari anggota keluarga tersebut yang turut membantu atau membimbing anak. Selanjutnya Darajat (1988:76) mengemukakan anggota keluarga dapat memotivasi anak belajar , hal ini berarti " semakin banyak jumlah anggota keluarga yang serumah, makin banyak pengaruh mereka atas diri anak dan makin banyak pula yang dipelajari anak dari hubungan keluarga itu".
c. Orang tua sebagai pemenuhan fasilitas belajar anak
Diperkirakan salah satu faktor yang menjadi seorang anak putus sekolah atau gagal mencapai prestasi belajar, disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan dalam mencapai prestasi belajar disekolah, apalagi pada zaman sekarang yang penuh dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat, sehingga banyak sekali tuntutan lingkungan yang harus dipenuhi.
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak siswa yang membolos, dan berdasarkan pengamatan-pengamatan sebahagian besar adalah anak yang mengalami kesulitan balajar dan berasal dari keluarga yang sosial ekonominya tergolong lemah. Oleh karena itu banyak sekali masalah yang harus dihadapi oleh anak-anak mereka. Kadangkala ia harus membantu orang tuanya, sehingga waktu untuk kegiatan-kegiatan diluar jam sekolah tidak dapat terpenuhi. Sebaliknya bagi anak yang berasal dari sosial ekonomi keluarga yang tinggi, permasalahan yang timbul tidak terlalu berat sehingga ia dapat memanfaatkan waktu luangnya dengan sebaik-baiknya terutama dalam hal belajar. Sehubungan dengan hal ini, Zakiah Darajat (1988:38) mengemukakan peranan orang tua sebagai motivator adalah :
Dalam lingkungan pergaulan sekolah, bagi orang tua siswa yang tingkat sosial ekonominya mencukupi secara sadar dan langsung dirasakan oleh anak-anaknya, bahkan mendorong anak mereka mempunyai semangat juang yang tinggi disekolah, karena anak-anak dalam belajar memiliki alat-alat perlengkapan yang diperlukan, sehingga anak tidak ada sifat minder dan latihan terhadap kawan-kawannya yang lain.

Jadi disini jelas bahwa kebutuhan dalam segi materi perlu diperhatikan oleh orang tua. Karena materi tersebut merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang keberhasilan pendidikan seoptimal mungkin. Hal ini berarti pendapat orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan anak di sekolah. Dengan demikian tingkat pendapat orang tua mempengaruhi prestasi belajar anak di sekolah.
d. Orang tua harus membantu anak dalam proses belajar anak
Belajar adalah salah satu kegiatan yang kerap dilaksanakan oleh setiap siswa baik disekolah maupun dirumah. Karena belajar adalah kegiatan terpenting dalam upaya mencapai prestasi belajar yang tinggi. Untuk itu dalam proses belajar bagi seorang anak haruslah didampingi oleh orang tuanya, hal ini menjaga kemungkinan ia akan menemukan kesulitan-kesulitan. Darwis A Sulaiman (1979:27) mengemukakan bahwa bantuan orang tua terhadap anak dalam belajar adalah :
- Memberi petunjuk, bimbingan kepada anak tentang cara-cara belajar yang lebih aktif.
- Mengatur kedisiplinan waktu yang teratur kepada anak agar dapat memanfaatkan waktu luang sebaik mungkin, baik waktu belajar, bekerja maupun bermain.
- Setiap ada tugas atau pekerjaan rumah, orang tua harus membantu dalam penyelesaian-penyelesaian, apabila anak mendapat kesulitan dalam penyelesaiannya.
- Mengontrol setiap ada kegiatan anaknya disekolah dengan cara melihat buku latihan, setiap mata pelajarn yang diberika guru disekolah.
- Menyediakan segala kebutuhan-kebutuhan yang dapat menunjang proses belajar seperti alat tulis-menulis dan sebagainya.
- Setiap kali anak melakukan kegiatan belajar, harus diikuti dengan seksama, dan lain-lain dianggap perlu.

Kutipan di atas menunjukkan bahwa fungsi orang tua dalam membantu anak sangat besar, baik didalam keluarga, masyarakat maupun di sekolah. Dengan demikian perhatian orang tua sangat penting terhadap kebutuhan anak terutama dalam hal pendidikan, karena pendidikan bukan tanggung jawab guru saja, tetapi merupakan tanggung jawab semua pihak terutama orang tua di rumah.

e. Orang tua sebagai pembentuk kedisiplinan anak
Darajat (1988 : 21) mengemukakan salah satu tugas penting orang tua adalah " mengatur waktu yang tepat pada anak, seperti waktu belajar, bekerja, bermain dan istirahat. Dalam hal ini jangan sampai waktunya hanya digunakan untuk belajar atau bekerja saja akan tetapi orang tua harus dapat membagi waktu-waktu tersebut dalam kegiatan sehari-hari".
Selain menentukan dan mengatur waktu untuk anaknya, orang tua juga harus mengontrol tentang kehadiran anaknya disekolah, baik dengan cara menanyakan kepada teman sekolah, baik dengan cara menanyakan kepada teman-teman sekelas, ataupun dari guru-guru serta melalui absensi. Karena anak yang mengalami masalah dalam belajar biasanya sering tidak masuk sekolah. Jika orang tua selalu mengadakan hubungan dengan para guru mengenai anaknya, berarti orang tua telah berusaha membantu sekolah dan siswa secara tidak langsung. Di sinilah fungsi orang tua dalam menanamkan kedisiplinan waktu kepada anak, baik dirumah maupun disekolah. Jadi jelaslah bahwa orang tua harus mengatur waktu yang tepat untuk anaknya. Karena penggunaan waktu yang tepat sangat membantu anak dalam proses belajar dan sekaligus dapat menunjang prestasi belajar anak.
f. Mengikut sertakan anak dalam kegiatan ekstra kurikuler
Suatu saat anak akan hidup ditengah masyarakat, untuk itu orang tua harus mampu memahami dan melihat potensi yang dimiliki anaknya, hal ini penting bagi masa depan anaknya. Soejanto (1990 :53) menegasakan masa anak sekolah orang tua wajib memberikan dan mengikutsertakan anak dalam berbagai kegiatan ekstra kurikuler seperti " kepramukaan, sanggar, kegiatan olah raga, kesenian kursus dan lain-lain". Kesemua itu akan sangat membantu anak dalam kehidupan, baik kehidupan dalam rumah tangga maupun sekolah dan masyarakat itu sendiri.
Pada hakekatnya tanggung jawab orang tua terhadap anak sangat besar, karena anak merupakan amanah Allah SWT kepadanya. Oleh karena itu fungsi orang tua terhadap anak-anaknya tidak hanya memenuhi kebutuhan pangan dan sandang saja, tetapi juga harus dapat memberikan perlindungan terhadap rasa aman, rasa sayang dan yang lebih penting adalah pendidikan. Karena melalui pendidikan inilah anak dapat mengenal diri orang tua dan Tuhannya. Di sisi lain seorang anak memperoleh kebahagian hidup dunia dan akhirat dengan ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan baik yang diterima dalam keluarga, masyarakat maupun di sekolah.
Segala bentuk bantuan, tindakan yang diberikan orang tua dalam keluarga untuk membentuk kepribadian anaknya dalam upaya mendewasakan anak dan sekaligus untuk mencapai keberhasilan pendidikannya. Usaha ini sangat menentukan dalam proses pendidikan anak dimasa yang akan datang. Disini orang diharapkan dapat membantu kegiatan-kegiatan anaknya apabila ada tugas-tugas yang diberikan dari sekolah. Hal ini bertujuan untuk menjaga dan kerjasama yang baik antara sekolah dengan keluarga. Agar lebih jelas definisi fungsi orang tua terhadap pendidikan anak dalam keluarga, maka penulis akan mengemukakan fungsi-fungsi tersebut sebagai berikut.
Menurut Darajat (1988 :42) fungsi ibu dalam keluarga tidak hanya sebagai ”ibu rumah tangga dan mendidik anak saja, tetapi seorang ibu harus multi fungsi, sesuai dengan kedudukannya. Apabila dilihat secara umum dalam kancah pemabanguanan sekarang ini kedudukan ibu dapat dibagi tiga yaitu ibu sebagai ibu negara, ibu sebagai tenaga kerja dan ibu sebagai ibu rumah tangga atau pendidik”.
Lebih lanjut Zakiah Darajat (1988 : 47) Pengaruh seorang bapak terhadap sikap anaknya sangat besar, karena menurut pandangan anak bahwa bapak adalah ” orang yang tertinggi dan terpandai diantara orang-orang yang dikenalnya. Sikap dan pola pikir bapak sehari-hari kemungkinan besar dapat mempengaruhi jiwa dan tingkah laku anaknya”. Apabila bapak dalam suatu keluarga seorang yang tekun, suka bekerja keras dan tinggi tanggung jawabnya serta selalu menjunjung tinggi kewajibannya, maka hal ini akan mendorong bagi anak-anaknya untuk menjalankan kewajibannya baik dirumah, dalam masyarakat maupun disekolah.
Menurut Zakiah Darajat (1988 : 49) Orang tua merupakan ” orang paling utama bagi anak dalam kehidupannya, temapt sang anak mengharapkan dan mendambakan kebutuhannya. Semenjak anak dilahirkan kedunia mengalami pertumbuhan dan perkembangan, untuk itu membutuhkan bantuan manusia lain yaitu manusia yang terdekat dengannya yaitu ibu dan bapaknya”.
3. Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Anak Dalam Keluarga.
Menurut Ahmadi ( 1991 : 81) pada hakekatnya banyak faktor yang mempengaruhi pendidika anak dalam keluarga, seperti ” faktor ekonomi, tingakt pendidikan orang tua, tingkat perhatian orang tua dan keutuhan suatu keluarga”. Kesemua faktor ini sangat mempengaruhi sikap anak dalam keluarga. Untuk lebih jelas terhadap faktor-faktor tersebut dapat dilihat pada uraian berikut ini :
a. Faktor ekonomi
Keadaan ekonomi keluarga ikut mempengaruhi sikap anak dalam keluarganya. Hal ini dapat kita lihat pada keluarga yang sosial ekonominya rendah, biasanya anak-anak tersebut sebahagian besar tidak mendapat pendidikan yang sempurna. Mereka sering mendapatkan hambatan-hambatan dalam mengemabangkan potensinya melalui pendidikan, karena keterbatasan fasilitas penunjangnya. Sebaliknya anak yang berasal dari keluarga yang status sosial ekonomi orang tuanya berkecukupan, maka kecenderungan pendidikannya lebih sempurna. Gerungan (1991:184) menegaskan sebagai berikut :
Pengaruh latar belakang sosial ekonomi yang paling menguntungkan bagi perkembangan sosial anak-anak ialah status sosio ekonomi yang menengah saja, kecuali bahwa terdapat kemungkinan anak-anak agak lamban dalam menyesuaikan diri dengan tugas pekerjaan baru. Latar belakang sosial ekonomi yang sangat tinggi dan yang sangat rendah dapat merupakan suatu masalah sosial bagi perkembangan anak-anak.

Pendapat di atas menunukkan bahhwa status sosial ekonomi orang tua dapat mempengaruhi terhadap perkembangan sikap anak. Bagi anak yang status ekonomi orang tuanya menengah biasanya perkembangan atau keberhasilan pendidikannya lebih baik, bila dibandingkan dengan anak yang status ekonomi orang tuanya lebih rendah atau lebih tinggi.
b. Tingkat pendidikan Orang Tua
Dari sekian banyak faktor yang dapat mempengaruhi pendidikan anak dalam keluarga adalah pendidikan orang tuanya, karena tingkat pendidikan orang tua dapat mendorong pendidikan anak, sebab anak untuk pertama kalinya dan utma menerima pendidikan dalam keluarga dari ayah dan ibunya. Ahmadi (1991:75) menegaskan bahwa " pendidikan anak dapat dimulai lebih awal lagi bahkan hendak calon suami istri". Dalam hal ini orang tua zaman dahulu sangat hati-hati. Mereka berpegang teguh pada ajaran bibit, bebet dan bobot.
c. Tingkat perhatian Orang tua
Tanggung jawab orang tua terhadap anak tidak hanya dengan memenuhi kebutuhan pangan dan sandang saja, tetapi kebutuhan terhadap kasih sayang dan perhatian orang tua mutlak diperlukan. Anak yang kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya dalam keluarga, maka kecenderungan ia bertingkah laku menyimpang di luar rumah. Sehubungan dengan hal ini, Darajat (1988 : 47) menegaskan bahwa ”Anak yang kurang kasih sayang dan perhatian dari orang tua karena sibuk, maka kecenderungan anak mencari perhatian di luar rumah baik di sekolah maupun dalam masyarakat. Kurangnya kasih sayang dan perhatian orang tua terhadap anak merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan remaja, seperti tauran siswa dan sebagainya".
d. Keutuhan suatu keluarga
Keluarga merupakan tempat anak tembuh dan berkembang serta tempat anak menerima pelajaran yang pertama secara kodrat. Di sisi lain keluarga merupakan tempat anak memperoleh keamanan, ketentangan dan perlindungan dalam berbagai hal, dimana kedua orang tuanya sebagai contoh teladan baginya. Oleh karena itu ketuhan suatu keluarga merupakan salah faktor yang mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan perkembangan diri anak, pertumbuhan dan perkembangan ini berkaitan dengan pendidikannya, sebab pendidikan yang diterima anak dalam keluarga menjadi landasan baginya untuk menerima pendidikan selanjutnya. Sehubungan dengan hal ini, Darajat (1988 : 71) menegaskan sebagai berikut :
Si anak merasa bahwa ia disayangi, harus pula dapat merasakan bahwa tidak ada yang menakutkan atau yang membingungkan dalam keluarga, seperti orang tua yang sering berkelahi yang disebabkan si anak tidak ada ketenangan dalam rumah itu. Ia bingung kemana ia harus berpihak pada ibukah atau kepada bapak ? ia tidak merasa tenteram dalam gelombang panas yang sering melanda suasana ibu bapaknya. Anak-anak yang melihat atau mengentahui bahwa orang tuanya sering bertengkar atau tidak cocok sikapnya, akan merasa sedih, hilang nafsu makannya, bahkan mungkin sering sakit.

Kutipan di atas menunjukkan bahwa keutuhan atau keharmonisan keluarga sang besar pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak. Dengan demikian suasana keluarga sangat menentukan keberhasilan pendidikan anak, karena anak lebih banyak belajar dan tinggal dalam lingkungan keluarga dibandingkan dengan lingkungkan lain baik lingkungan masyarakat maupun lingkungan sekolah yang dibatasi oleh waktu. Hal ini berarti partisipasi orang tua terhadap keberhasilan pendidikan anak sangat menentukan.
C. Kesimpulan
1. Peran orang tua terhadap pendidikan anak dapat ditempuh dengan berbagai cara baik melalui bimbingan terhadap pekerjaan rumah, melengkapi fasilitas pendukung proses belajar mengajar maupun memberikan dorongan dan perhatian yang tinggi.
2. Anak lebih banyak waktunya di rumah dalam keluarga, maka pendidikan anak sangat dipengaruhi oleh pendidikan yang diperoleh dalam keluarganya baik berupa bimbingan maupun teladan dari orang tuanya.
3. Tingkat partisipasi orang tua terhadap pendidikan anaknya dapat dilihat dari bimbingan dan penyedian buku cukup baik dan fasilitas belajar sudah memadai.
4. Tanggung jawab orang tua terhadap keberhasilan pendidikan anak sangat penting, karena keberhasilan pendidikan anak sangat tergantung kepada partisipasi orang tuanya. Hal ini terbukti banyak anak yang gagal dalam dunia pendidikan, karena kurangnya kasih sayang dan perhatian orang tuanya di rumah.
D. Saran-saran
1. Pendidikan bukan tanggung jawab pemerintah saja, tetapi merupakan tanggung jawab semua pihak terutama orang tua si anak itu sendiri. Oleh karena itu diharapkan kepada semua pihak yang mempunyai anak, maka disiklah ia dengan benar. Karena anak itu merupakan amanah Allah yang akan dipertanggung jawabkan nantinya.
2. Untuk meningkatkan hasil belajar anak, diharap pada orang tua semua untuk lebih meningkatkan partisipasinya dalam membimbing anak-anaknya.
3. Untuk membina anak agar lebih baik, diharap agar kerja sama antara orang tua dengan guru lebih ditingkatkan



















DAFTAR KEPUSTAKAAN

Ahmadi, Abu (1991) Sistem Pendidikan dan Pengajaran Modern, Bulan Bintang
Jakarta
Arifin (1997) Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, Bumi Aksara
Best, Jhon W ( 1982) Metodologi Penelitian Pendidikan (Terjemahan Mulyadi Guntur waseso) Usaha Nasional Surabaya
Derajat, Zakiah ( 1975) Problema Remaja Indonesia, Bulan Bintang, Jakarta
_____________ ( 1988) Kesehatan Mental, CV. Haji Mas Agung, Jakarta
_____________(1985) Pembinaan Nilai-nilai Moral di Indonesia, Bulan Bintang, Jakarta

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1994) UUD 1945, dan GBHN, Penerbit VIP, Jakarta

Gerungan, W. A (1991), Psikologi Sosial, Bulan Bintang Jakarta

Imanuddin (1980) Pendidikan di Indonesia Penilaian dan Pedoman Perencanaan, , Bulan Bintang, Jakarta

Marimba, Achmad D (1974) Pengantar Filsafat Pendidikan, Alumni, Bandung

Nasution, S (1987) Teknologi Pendidikan, Jemmars Bandung,
Simanjuntak, B (1982) Proses Belajar Mengajar, Tarsito, Bandung,
Suyono (tt) Kamus Ilmiah Populer, Bintang Pelajar
Sujanto, Agus ( 1990) Psikologi Perkembangan, Aksara Baru , Jakarta
Sulaiman, A. Darwis (1979) Pengantar Kepada Teori dan Praktek Pengajaran, IKIP Semarang Press.

Tambunan, E.H (1982) Pendidikan Sosial, Yayasan Paramita Jakarta.

Yunus Mahmud (1961) Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, Pustaka Muhammadiyah Jakarta