Kamis, 05 Mei 2011

DAMPAK GLOBALISASI TERHADAP PENDIDIKAN NASIONAL DAN DAERAH

DAMPAK GLOBALISASI TERHADAP
PENDIDIKAN NASIONAL DAN DAERAH

A. Pendahuluan
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi membentuk masyarakat dunia yang saling ketergantungan. Tatanan dunia mulai mengalami perubahan secara stuktural menuju era globalisasi dalam berbagai berbagaibidang kehidupan . Tatanan dunia saat ini ditandai oleh persaingan antar bangsa ,stabilitas kehidupan suatu bangsa dan hubungan antar bangsa akan memainkan peranan penting. Bagi bangsa Indonesia,abab 21 adalah agrarabab perubahan dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri dan informasi dengan pola- pola kehidupan yang berbeda. Tilaar (1998 :4) mengendentifikasikan berbagai kekuatang global;
Kekuatan global pada umumnya bemuara pada empat kekuatan yakni (1) kemajuan iptek terutama dalam bidang informasi serta inovasi-inovasi baru didalam tehnologi yang mempermudah kehipan manusia, (2) perdagangan bebas yang ditunjang oleh kemajuan Iptek (3) kerjasama regional dan Internasional yang telah menyatukan kehidupan bangsa-bangsa tanpa mengenalbatas negara dan (4) meningkatkan kesadaran hak azasi manusia serta kewajiban manusia dalam kehidupan bersama dalam demokrasi.

Sumber daya manusia yang siap dalam menghadapi era globalisasi tersebutharus memiliki pendidikan yang tinggi dengan indikator sederhana adalah lulusan perguruan tinggi. Sementara saat ini masih terdapat sumber daya manusia yang lemah dengan pendidikan yang rendah, ekonomi yang kurang dan bahkan ahklak yang kurang baik. Tujuan pendidikan sekolah menengah dalam undang- undang sestem pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 1989 pasal 15 adalah,
Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitarnya serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.
Pada hakikatnya pendidikan adalah “usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal”. Selanjutnya Bratanusa yang diterjemahkan oleh Abu Ahmadi (1991:69) menjelaskan pengertian pendidikan adalah “usaha yang sengaja diadakan baik langsung maupun dengan cara tidak langsung untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaan”. Kemudian Rousseau yang diterjemahkan oleh Abu Ahmadi (1991:69) mengemukakan pendidikan adalah “ memberi kita pembekalan yang tidak ada pada anak-anak, akan tetapi bias membutuhkan pada waktu dewasa”.
Dengan demikian berarti pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu perlua adanya landasan yang kuat tentang pendidikan dalam berbagai aspek kehidupan. Untuklebih jelas mengenai aspek-aspek tersebut dapat dilihat uaraian berikut.

B. Pendidikan dan Landasan
Landasan filosofis adalah membicarakan atau mengkaji dasar pendidikan yang” merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar, sistematis dan kontiniu untuk mengembangkan potensi peserta didik baik kognetif, affektif maupun psikomotoris” . Ketiga domain ini tidak terlepas tentang adanya sesuatu (Ontologi), menganai adanya Tuhan (Theologi), adanya alam (Cosmologi) dan mengenai adanya manusia (Antropologi) dikenal dengan filsafat spekulatif , dan perlu adanya cara untuk mengetahui yang ada melalui berbagai teori , baik teori pengetahuan (Epistimologi) disebut dengan filsafat analitis, teori kebenaran maupun teori ketepatan atau logika dan setelah mengetahui yang ada, perlu adanya penilai yang terhadap yang ada (Axiologi) baik dengan relegi, etika maupun estetika, dikenal dengan filsafat preskriptif.
Landasan Psikologis pendidikan mengkaji hakikat dan mekanisme perkembangan manusia dan kepribadiannya, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan tersebut serta implikasinya pada proses pendidikan
Landasan Sosiologis mengkaji mekanisme interaksi sosial dalam lingkungan pendidikan dan pranata pendidikan dengan pranata-pranata di luar lembaga pendidikan. Seperti agama, idiologi, keyakinan hidup, politik sosial ekonomi dan kebudayaan) berserta pengaruh terhadap implikasi pendidikan.
Landasan Atropologi mengkaji pengaruh kebudayaan terhadap pendidikan, mekanisme operasi dari kebudayaan dalam kerangka pendidikan sebagai proses pengembangan potensi insani dan implikasi dari ledakan teknologi, nilai-nilai lokal kemasyarakatan bahwa dalam lingkungan persekolahan maupun di luar sekolah (lembaga dan masyarakat)
Landasan yang paling dominan dalam mewarnai penyelenggaraan pendidikan adalah landasan filosofis, karena pandangan ini menekankan pada tanggung jawab. Seseorang manusia terhadap kehidupan dan pendidikan sendiri, filosofis pendidikan antara lain bertitik tolak dari hakikat manusia dan hakikat anak. Anak manusia mempunyai hakikatnya sendiri dan berbeda dengan hakikat orang dewasa. Anak mempunyai nilai-nilai seperti orang dewasa, walupun ia bukan orang dewasa.
Dengan alasan bahwa pandangan filosofis ini melahirkan suatu ilmu pendidikan yang melekat hakikat anak sebagai titik tolak proses pendidikan. Pandangan filosofis yang mengakui nilai-nilai anak yang khas juga mengakui akan perkembangan etik serta relegi anak yang khas yang harus dihormati dalam proses pendidikan, yang dilakukan oleh manusia untuk memanusiakan manusia. Oleh karena itu manusia merupan kunci atau motor penggerak pendidikan. untuk lebih jelas dapat dilihat uraian berikut.


B. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan dan Implikasinya Terhadap Pendidikan
1. Perkembangan Masyarakat Dewasa ini
Pada saat ini sedang terjadi perubahan-perubahan sosial budaya yang sangat pesat di berbagai daerah dan kawasan. Munculnya tipe-tipe lembaga dan organisasi baru baik dibidang pemerintahan maupun bidang kemasyarakatan merupakan salah satu ciri sedang terjadinya perubahan sosial budaya. Kondisi ini selainmenimbulkan pergeseran kepadatan penduduk juga menimbulkan cara hidup yang lebih kompetetif. Perubahasn-perubahan dalam tata kehidupan masyarakat teersebut dapat menimbulkan berbagai faktor dan sebab, namun secara umum lebih banyak didorong oleh tiga faktor uama yaiatu perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnoologi, kependudukan dan faktor ekologi. ( Soejadmoko, Manusia dan dinia yan g sedang berkembang ). Demikian juga faktor politik dan pertahanan keamanan besar pengaruhnya terhadap perkembangan masyarakat.
2. Faktor Kemajuan IPTEK
Adanya kemajuan yang sangat pesat dibidang ilmu pengetahuan dan tehnologi melahirkan loncatan-loncatan perkembangan di bidang industri. Daerah-daerah yang tidak mampu mengikuti perkembangan industri mutakhir akan ketinggalan dan secara berangsur-angsur akan kehilangan kemampuannya dalam memepertahankan otonomi. Kondisi ini merupakan tantanan yang sangat berat yang dihadapi oleh daerah-daerah saat ini. Oleh karena itu perlu ditempuh upaya yang mengarah kepada IPTEK mutakhir melalui penengkatan sumber daya manusianya.
3. Faktor Kependudukan
Daerah-daerah yang jumlah penduduknya masih di bawah garis kemiskinan menghadapi masalah yang sulit dalam mengupayakan pembangunan demi kesejahteraann masyarakatnya Laju pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi oleh kemajuan bidang ekonomi akan mengahadapi bermacam-macam konsek wen.Bagaimana menciptakan struktur dan proses politik, ekonomi dan sosial budaya yang dapat mengimbangi kebutuhan masyarakat yang jumlah penduduknya.
4. Faktor Politik dan Keamanan
Kegiatan pembangunan kapanpun dilaksanakannya akan berjalan lancar apabila ditopang oleh suatu kondisi daerah yang aman da tertib dalam pengertian tidak ada gangguan yang secara langsung menghambat proses pembangunan. Kondisi semacam ini hanya dapat terwujud apabila situasi politik dan pertahanan keamanan daerah dapat terkendali secara baik. Secara umum pada awal abad 21 milenium ke tiga ini keadaan politik dan pertahan keamanan di berbagai daerah tidak begitu mantap dan tidak dpat mendukung kelancaran pembangunan. Kesadaran masyarakt dalam memelihara keamanan dan ketertiban makin menurun sehingga tidak dapat terciptanya suasana yang kondusif.
Apabila sistem politik tidak dapat menampung aspirasi masyakat dapat timbul kerusuhan dari golongan tertentu untuk memaksan kepentingan secara konstitusional ( Doktrin, Hankamneg 1991 ). Kondisi negatif di bidang politik dan pertahana keamanan di daerah yang mungkin timbul dapat dihindari apabila sistem politik dan pertahanan keamanan nasional dapat menampung aspirasi masyarakat daan mewaspadai pembangunan yang berpengaruh negatif terhadap stabilitas nassional. Pendidikan dalam menanamkan kesadaran berpolitik dan bela negara baik melalui jalur pendidikan formal maupun non formal dapat berperan untuk membantu mengatasi hal-hal negatif tersebut.
B. Upaya pemantapan sistem Pendidikan Nasional
Dalam perkembangan sistem pendidikan nasional Indonesia mengalami perubahan dan pembaharuan-pembaharuan sejalan laju pembangunan nasioanal. Pada masa pra kemerdekaan sistem pendidikan nasional sangat dipengaruhi olah pola-pola pendidikan kolonial sedangakan sistem pendidikan jauh sebelumnya berupa pola pendidikan tradisional yang menitik beratkan pendekatan transpormasi ilmu dan pengalaman melalui pendekatan kontak sosial, penerapan norma-noram dan etika, budaya, dan agama. Pada masuknya kebudayaan Eropa ke Indonesia sistem pendidikan indonesia dimasuki pola pendidikan moderen ynag pelaksanaanya lebih formal. Seetelah pengakuan kedaulatan sistem pendidikan nasioamnal diatur dalam sistem konstitusional indonesia sejalan dengan lahirnya undang-undang dasar Indonesia.
Pada masa era tinggal landas yang akan datang sistem pendidikan nasional Indonesia akan dihadapkan kepada berbagai tantangan dalam mengimbangi masyarakat yang maju semakinpesat baik dalam bidang perekonomian sosial budaya ilmu pengetahuan dan tehnologi serta politik dan pertahanan keamanan baik dalam lingkup dudnia maupun dalam negeri.
C. Perkembangan dan Implikasinya Terhadap Pendidkan Nasional
Melalui arus globalisasi perubahan-perubahan sosial budaya dan perekonomian serta nilai-nilai lainnya dapat denga mudah masuk ke berbagai negara dan kawasan lain dan dapat berpengaruh secara positif dan negatif. Hal-hal yang positif dariadanya perubahan kondisi mayarakat tersebut diamati peluang-peluang yang berpengaruh terhadap upaya peningkatan sistem pendidikan nasional serta mewaspadai hambatan-hambatan yang mungkin timbul.
1. Peluang
Beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan dari perkembangan-perkembangan sosial budaya, perekonomian, politik dan hankamnas dalam rangka meningkatkatkan sistem pendidikan nasional:
• Adanya penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan dan tehnologi sebagai hasil riset negara maju maju dapt dimanfaatkan untuk pengkayaan IPTEK nasional dan peningkatan kemapuam Akademis.
• Loncata-loncatan dalam bidang tehni industri dapat diserap untuk kepintingan pengembangan tehnologi industri pengolahan dan meningkatkan tiori dan pola-pola produksi.
• Ditemukannya sistem dan produk telekomunikasi dan informatika yang lebih maju memberikan peluang untuk memeperlancar proses alih tehnologi dan kepentingan sistem intruksi dan pembelajaran.
• Berkembangnya cara-cara berekonomi dan sistem manajemen yang lebih mengarah kepada efesiensi usaha denganjangkauan internasional, mendorong peningkatan pengetahuan dan tehnlogi perdagangan intrnasional bagi para cendekiawan pendidikan nasional.
• Munculnya institusi-institusi dan perhimpunan pengembangan pendidikan internasional memungkinkan adanya bantuan dana dan pengembanga sistem pendidikan nasional
• Berkembangnya berbagai ilmu pengetahuan serta tehnologi di negara-negara maju memeberi peluang bagi cendikiawan Indonesia untuk belajar di luar negeri dalam bidang ilmu pengetahuan yang belum dikuasai sebelumnya.
• Masuknya IPTEK maju ke dalam bidang usaha dan sistem pendidikan nasional memacu tumbuhnya lembaga-lembaga penelitian dan riset nasional.
2. Kendala.
Perkembangan masyarakat di dunia yang berdampak negatif dan merupaka kendala dalam upaya pengembagn sistem pendidikan nasional indonesia antar lain:
• Masuknya berbagai ilmu pengetahuan dan tehnologi serta perekonomian baru kedalam sistem sosial budaya dan perekonomian indonesia memungkinkan masuknya idiologi dan budaya asing ke dalam tat a nilai bangsa indonesia yang dapat berdapak timbulnys instabilitas di dalam negeri. Dampak linnya akan merusak tata sosial budaya yang telah terbentuk sebelumnya baik melalui pembinaan sumberdaya manusia indonesia pada jalur formal maupun informal.
• Penyerapan ilmu pengetahuan dan tehnologi oleh bangsa indonesia baru dilakukan oleh segolongan kecil masyarakat intelektual dan belum merata ke seluruh lapisan masyarakat. Akibatnya timbul kesenjangan dan ketidak meratan kualitas manusia indonesia yang akan menjadi beban dunia pendidikan untuk mengatasinya.
• Makin intensifnya cara-cara dan pola manajemen pembinaan susmberdaya manusia di luar negeri, makin mendorong ke arah yang lebih kompetitif dalam usaha sasaran tenaga kerja terampil. Hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapai oleh kumunitas pendidikan.
Dalam konteks dengan lahirnya UU Otonomi Daerah dan UU Keistimewaan dilajutkan dengan Perda No. 6 tahun 2000 tentang penyelenggaraan pendidikan, maka aliran konvergensi perlu divisualisasikan secara tepat dan benar yang dilandasi pada nilai-nilai adat budaya masyarakat . Karenanya pengembangan SDM sebaiknya disesuaikan pada bakat, minat kebutuhan anak yang bersangkutan, kemudian faktor saftwware, hardware menjadi perioritas yang harus diperhatikan oleh para pengambil kebijakan di daerah Istimewa . Salah satu strategi mengaktualisasikan aliran dan filisofi tersebut dengan dilaksanakan Community Base Manjement and school base manajement.
Dalam kehidupan masyarakat bahwa kelahiran seorang anak diawali pendengaran utama dan pertama yaitu bagi bagi anak laki-laki azan dan anak perempuan iqamah. Ini membuktikan upaya sadar orang tua mengharapkan anaknya mempunyai basis filosofis Islam. Karena itu tahap selanjutnya adalah orang tua mengharapkan anaknya dari kata-demi kata dan tindakan demi tindakan yang mengarah kepada pembentukan sikap dan tingkah laku yang baik. Dalam hal budaya peran orang tua sangat besar bila dilihat dari penjelasan tersebut di atas. Dan selanjutnya orang tua dengan sadar mengantar anaknya ke pendidikan formal di sekolah.
Untuk membangun pendidikan yang lebih baik di masa depan, tentu saja kita harus berkaca kepada masa lalu dan masa kini, sebab masa depan juga berada pada masa lalu dan masa kini :
Pembangunan nasional dibidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujutkan masyarakat yang maju, adil dan makmur, serta memungkinkan pada warganya mengembangkan diri baik berkenaan dengan aspek jasmaniah maupun rohaniah berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Secara sederhana masalah pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam empat hal yaitu :
1. masalah pemerataan
2. masalah mutu
3. masalah efektivitas; dan relevansi
4. masalah efisiensi
Berkenaan dengan masalah pemerataan pendidikan Suparna (1987) menegaskan bahwa “ pertumbuhan penduduk yang cepat menimbulkan akibat yang luas terhadap segala segi kehidupan termasuk dalam segi pendidikan”. Meledaknya jumlah anak usia sekolah dapat mengakibatkan berkurangnya kesempatan belajar jika tidak diiringi dengan pertambahan daya tampung, yang berarti harus menambah jumlah sekolah dan ruang kelas baru. Hal ini yang menjadi masalah dalam pemerataan kesempatan belajar adalah terjadinya krisis keamanan sehingga menyebabkan banyak masyarakat yang ingin menyekolahkan anaknya ke daerah yang relatif lebih aman, yang mengakibatkan melimpahnya daya tampung diperkotaan dan kekurangan murid di daerah konplik.
Dalam masalah mutu, Suparna (1987) menegaskan bahwa “ perlu meningkatkan fasilitas yang diperlukan untuk mempetinggi mutu sistem pendidikan yang dilakukan, mengutamakan pendidikan keterampilan yang telah ada yang paling sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja”
Kenyataan menunjukkan bahwa lulusan pendidikan di Indonesia (lebih-lebih di ) belum mampu memenuhi ketentuan tenaga kerja, masih banyak lulusan pendidikan yang tidak mendapat kesempatan kerja dengan alasan kurang terampil dan tidak sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Menghadapi masalah tersebut. Mendikbud, ketika dijabat oleh Wardiman Joyo Negoro, memprakarsai program “ Link and match, prinsip ini telah mereduksi pendidikan nasional sebagai tempat pendidikan tenaga kerja” (Tilaar : 2000) Permasalahan yang dihadapi tentang efektivitas dan relevansi belum efektifnya penyelenggaraan pendidikan karena tanggung jawab pendidikan masih berada pada banyak tangan.
Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan pendidikan yang tidak terkoordinasi sangat tidak efektif. Dalam hal ini Nanang Fattah (2000) menegaskan bahwa ” Hubungan koordinatif merupakan pola hubungan yang menunjukkan hubungan antara unit dalam organisasi bertujuan mensingkronkan, saling mendukung, supaya searah dan tidak tumpang tindih”.
Jadi agar tujuan pendidikan dapat tercapai sebagai mana dihendaki, maka lembaga-lembaga yang berwenang membina pendidikan karena mempunyai jaringan koordinatif agar penyelenggaraannya efektif. Menyangkut dengan relevansi, telah menjadi masalah yang berkaitan dengan kebutuhan lapangan kerja. Lulusan pendidikan yang diperlukan oleh pasar tenaga kerja adalah yang memiliki keterampilan sesuai dengan kebutuhan daerah.
Masalah pendidikan yang dihadapi sangat komplek. Adanya proses pendidikan yang relevan dengan kebutuhan dan masalah yang dihadapi sangat diperlukan mengingat akan kebutuhan dana pendidikan. Hal ini penting karena sistem sekolah dengan segala kekuranganya ternyata memerlukan biaya amat besar. Untuk membayar pada guru saja, meliputi 80 %, dan yang lain seperti gedung, buku, alat pelajaran dan fasilitas lain dibebankan kepada orang tua (Suparna 1987).
Pendidikan membutuhkan bantuan dari semua sektor kehidupan, namun akhirnya bantuan itu akan kembali. Pendidikan mengundang warga negara terbaik tidak hanya untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan pendidikan yang berlangsung melainkan juga dalam usaha meningkatkan mutu, efisiensi dan produktivitas. Meningkat keterlibatan masyarakat masih diperlukan. Ssehubungan dengan hal ini, P.H Combs menegaskan bahwa “masalah efesiensi masih menjadi perhatian agar pendidikan dapat berhasil maksimal dengan bantuan biaya yang sangat rendah”.
Dihubungkan dengan langkah penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas menghadapi tantangan global, yang menjadi fokus pemecahannya adalah : masalah relevansi dan mutu pendidikan artinya pendidikan itu harus sesuai dengan pembangunan nasional. Adanya keterkaitan yang tinggi antara bekal pendidikan yang diberikan kepada seseorang/ masyarakat sehingga mareka dapat mengabdi pada kepentingan nasional, regional maupun masyarakat. Perubahan dan perkembangan masyarakat yang cepat tersebut memerlukan penyesuaian pengetahuan, keterampilan sikap-sikap dari seseorang atau masyarakat yang menghadapi tantangan masalah dan hajat hidup baru.
Mengembangkan sikap yang cocok untuk tuntutan hidup dan kehidupan kini, dan akan datang. Keempat arah dasar tersebut, pendidikan dapat menghasilkan corak manusia Indonesia yang dapat diharapkan memiliki rasa civic concionsness, community, responsibiliti dan partisipasi terhadap pembangunan.
Pendidikan yang relevansi dengan pembangunan di Indonesia adalah pendidikan yang benar-benar mempersiapkan manusia pembangunan yang berpancasila. Hasil lulusan pendidikan dapat mengisi lapangan kerja dan dapat pula membuka lapangan kerja yang berguna bagi diri, masyarakat dan bangsa. Selain masalah relevansi, maka masalah mutu pendidikan harus juga diutamakan. Mutu pendidikan diartikan setiap lulusan lembaga pendidikan harus benar-benar mempunyai pengetahua, keterampilan, dan sikap yang dapat diandalkan dalam bidang pekerjaan. Mareka menjadi tenaga kerja yang profesional dalam bidang pembangunan. Di Indonesia, tenaga kerja profesional diperlukan dalam setiap aspek kehidupan manusia sehingga dapat mengolah sumber-sumber alam yang mendatangkan kesejahteraan masalah baik secara nasional maupun regional.
Langkah dalam memecahkan persoalan tentang pendidikan di pemerintah daerah harus menempuh langkah-langkah strategi dan kebijakan yang konvensional, misalnya dengan menambah jumlah sekolah, meningkatkan jumlah
Secara sistemik pendidikan merupakan sub sistem dari sistem pembangunan. Dalam konteks lebih kecil, ia dapat dilihat pula sebagi sebuah sistem yang yang terdiri dari sub sistem pendidikan persekolahan dan sub sistem pendidikan luar sekolah. Dalam konteks lebih kecil lagi sub sistem pendidikan persekolahan juga dapat dilihat sebagai suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen sistemnya. Sub sistem pendidikan luar sekolah juga dapat ditelusuri sebagai suatu sistem yang di dalamnya juga ada sub-sub sistemnya. Begitu seterusnya yang oleh K.H Dewantara disebut dengan Tri Pusat Pendidikan
D. Otonomi Pendidikan
Ketidakjelasan pengelola pendidikan pada otonomi daerahini menjadi serba simpang siur informasi yang beredar dilapangan sedikit ada tiga wacana umum pngelola pendidikan pada otonomi dimaksud yaitu : pertama tetap pemerintah pusat, yang pelaksanaannya selama ini diberikan wewenang kepada daerah kedua adalah pemerintah Kebupaten sebagai pengelola otonomi yang berkewajiban mulai dari memikirkan hingga memenuhi kebutuahannya, mulai dari membuat hingga evaluasi kurikulumnya dan yang ketiga adalah masingmasing sekolah. sekolah secara grass root memikirkan dan memenej sekolahnya masing-masing secara otonomi, meskipun dana tetap mendidik kewajiban pemerintah kabupaten untuk menyedianya. yang terakhir ini yang dimaksud dengan paradigma baru manajemen persekolahan kita.
Ketiga paradigma tadi muncul secara kacau disebabkab oleh tidak siap dan singapnya pemerintah pusat mempersiapkan berbagai PP, sementara daerah tidak sabar menunggu terbitnya PP-PP tersebut, entah kapan. Terserah yang mana yang benar nantinya. Namun perlu perkajian terhadap paradigma tadi. Penyerahan manajemen pada sekolah sungguh sangat riskan kecuali beberapa sekolah yang berada di inti kota (seperti dijawa utamanya).
(kepala) sekolah mana di inidonesia yang mampu memenej sekoah secara kafah. Sekolah mana yang mampu membuat kurikulum dan mengevaluasi kurikulumnya.
Penyerahan manajemen pendidikan kepada pemerintah kabupaten juga merupaka kebijakan yang harus memikul resiko besar setidak lima sampai sepuluh tahun pertamanya. Pada awalnya, mereka pasti kesulitan membuat kurikulum yang berwawasan lokal sekaligus globa dibawah payung nasional. Baikla, pembuatan kurikulum diminta jasa/bantuan kepada perguruan tinggi saja pun masih adopsi sana sini, jipklasana jiplaksini (namun diharapkan tidak lah demikian), sebab perguruan tinggi sendiri pada umumnya masih belum berpengalaman dalam hal menepuni kurikulum jenjang pendidikan sebelum penguruan tinggi. Penyerahan kebijaksanaan pendidikan kepda daerah ini akan membentuk kualitas pendidikan yang sangat variatif dan perbedaan yang sangat ekstrim, meskipun terdapat faedah yang cukup banyak.
Penggeseran sebahagian kekuasaan pemerintah pusat kedaerah bukanlah Indonesia sebagai pioner, meskipun pada istilah yang berbeda, dan semuanya menangung resiko. Resiko di perparah lagi karena tak satu pun negara yang menyerahkan kekuasaannya kedaerah yang didasarkan karena kesadaran dn kerelaan, pada ummnya dimulai dari kekacauan dalam berbagai bentuk.
Spanyol misalnya, mulai dari perang saudara anatara pusat dan daerah tahun 1936 yang akhirnya dimenangkan pusat yang kemudian dipinpin oleh seorang diktator Jendral Francisco Franco selama 40 tahun. Kemudian pada tahun 1960 gelombang demokrasi Belanda kepemimpinan sang Jendral hingga pada akhirnya hayatnya.
Pendidikan yang berfokus sekolah mereka praktikkan menunjukan bahwa banyak dewan sekolah yang lamban menyesuaikan diri terhadap manajemen baru itu, juga banyak guru-guru yang berbakat enggan ambil bagian dalam tanggung jawab kepemimpinan sekolah karena daerah tidak mampu memberikan gaji dan insentif yang layak bagi mereka.
Di Chillie, hasil-hasil ujian standar ujian nasional ternayata menurut sebanyak 14 persen untuk bahasa spanyol dan 6 persen untuk matematika sebagai implikasi dari desentarlisasi dengan berbagai konsekuensinya. Demikian juga di berbagai negara lain seperti Argentina, Brazil, Meksiko, dan India, serta negara lain-lain, pelaksanaan otonomi tersebut membuat mutu pendidikan menjadi tergangung pada kurun waktu 5-10 tahun pertama.
E. Manajemen Mutu Berbasis Sekolah dalam Perspektif Otonomi Daerah
Mutu atau kualitas pendidikan marupakan cita-cita semua orang yang berkepentingan terhadap pendidikan. meskipun pembicaraan terhadap mutu pendidikan tidak habis-habisnya namun memterjemahankan dalam wujud kerja merupakan sesuatu yang amat sulit, karena pemahaman orang terhadap mutu itu sendiri bermacam-macam, tergantungg kepada sudut pandang yang dugunakan. Disini mutu artikan dalam istilah umum, yaitu gambaran dan karalteristik menyeluruh ddari barang-barang atau jasa yang menunjukan kemampuannya dalam memuasakan kebutuhan yang ditentukan (Depdikbud 2000)
Dalam pendidikan, mutu menyangkut kepada tiga variabel imput, proses, dan output. Mutu pendidikan menjadi lebih semangat lagi dibicakan pada perspektif otonomi daerah yang telah digulirkan sejak Januari 2001 yang lalu. Semua penikmat pendidikan berharap banyak terhadap otonomi daerah, kiranya mampu mendongkrak mutu pendidikan Indonesia lewat kompetisi antar kabupaten.
1. Manajemen Mutu Berbasis Sekolah.
Manajemen mutu berbasis sekolah (MBS) bertujuan untuk mendirikan dan memperdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan sumber daya untuk meningkatkan mutu sekolah.
Adapun mutu yang hendak digapai itu adalah: imput. Yaitu segala sesuatu yang harus tersedia karena membutuhkan demi keselenggarakan proses. Sesuatu yang dimaksud adalah berupa sumber daya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pembantu bagi berlangusng proses. Sumber daya dimaksud adalah sumber daya insani, seperti kepala sekolah, guru, karyawan, dan peserta didik, dan sumber daya selebihnya, seperti uang, peralatan, bahan, dan sebagainya.
Harapan-harapan dimaksud berupa visi, misi, tujuan dan targert yang ingin dicapai oleh sekolah. semuanya ini secara ideal harus siap agar prosesdapat terlaksana baik. secara konsepsional, semakin tinggi tingkat kesiapan imput semakin tinggi muru imput tersebut. Proses, meriupakan berubahnya sesuatu menjadi sutau yang lain. sesuatu itu adalah imput, sedangkan sesuatu yang lain itu disebut output.
Di sekolah, yang dimaksud dengan proses adalah, seperti pengambilan keputusan, pengelolaan program proses belajar mengajar, monitoring, dan evaluasi. Keseluruhan proses yang ada, proses belajar mengajar merupakan proses yang emiliki tingkat yang lebih tinggi dari pada proses yang lain, yang terakhir adalah output, merupakan kinerja sekolah. yakni prestasi peserta didik menunjukakan pencapaian yang tinggi dalam hasil Ebtanas misalnya, atau bidang non akademi.
Konsep utama dari MBS adalah otonomi sekolah dan pengambilan keputusan. Otonomi diartikan sebagai kemandirian dalam mengatur sekolah mengurus diri sendiri. Otonomi sekolah adalah kewenangan menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspira warga sekolah sesuai dengan peraturan undang-undag pendidikan yang berlaku. Dalam praktiknya dituntut kemampuan yang tinggi dalam banyak hal dari warga sekolah. Pengambilan keputusan dalam hal MBS adalahpengambilan keputusan partisipasi. Bahwa keputusan yang diambil merupakan keputusan yang terbaiksecara demokrat dan terbuka dari banyak pertimbangan para stake holder.
Yang menjadi stake holder adalah kepala sekolah, guru, orang tua siswa, tokoh masyarakat, perwakilan dari mengambil keputusan partisiapsi ini adalah, semua pihak menjadi merasa memiliki terhadap keputusan itu, sehingga merka akan bertanggung jawab dan berdikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah. Singkatnya, semakin besar partisipasi, semakin besar pula rasa memiliki, semakin besar rasa memiliki, semakin besar pula rasa tanggung jawab, makin besar pula dedikasi. (Depdiknas, 2000)
Uraian diatas menunjukkan betapa besar peran dan fungsi sekolah dalam upaya meninkatkan mutu. Sekolah menjadi unit utama pengelolaan proses pendidikan, sedangkan unit-unit di atasnya, kandicam, kandinkab, dan kandin merupakan pendukungnya, khususnya dalam mengelolaan peningkatan mutu.
Tuntunan ini mengisyaratkan kepala sekolah harus cerdas dan terpilih. Ciri seorang kepala yang cerdas adalah yang banyak gagasan cemerlang dan mampu membuat gagasan yang teralisasi. Kepala yang terpilih adalah kepala yang ditetapkan oleh pejabat berwenang setelah melalui seleksi dari stake holder tadi. Rekrutmen calon kepala sekolah bisa dari sekolah lain (external reqruitmen). Karakteristik MBS. Apabila sekolah ingin menerapkan MBS, maka sejumlah karakteristik berikut perlu dimiliki:
Output adalah gambaran kinerja sekolah. kinerja sekolah dalam prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses yang berlangusng di sekolah tersebut. kinerja sekolah diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovaisnya, kualitasnya kehidupan kerjanya, serta moral kerjanya. Output dari proses kerja sekolah berada dalam dua dimensi akademi (academic achievement) dan dimensi non-akademi (non-academic achievement). Proses adalah berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. berubahnya imput (siswa) dari tidak tahu menjadi tahu, misalnya.
Variabel ini diukur lewat indikator: efektivitas proses belajar mengajar tinggi; kepemimpinan kepala sekolah yang kuat; pengelolaan yang efektif tenag kependidikan; sekolah memiliki budaya mutu: sekolah memiliki teanwork yang kompak, cerdas, dan dinamis; sekolah memilik kemandirian, partisipasi warga sekolah dan masyarakat yang tinggi. seolah memiliki keterbukaan manajemen, sekolah memiliki kemampuan untuk berubah; sekolah melakukan evaluasi dan pebaikan secara berkelanjutan; sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan; sekolah memiliki akuntabilitas; sekolah memiliki sustainbilitas.
Imput adalah segala masukan yang memungkinkan berlangusng dan tercapainya proses yang berkualitas. Termasuk kedalamnya adalah, siswa, guru, cita-cita (visi, misi, tujuan, target), sarana prasarana, kepala sekolah, konserlor, karyawan, uang dan sebagainya. Keseluruhan harus sinergik secara total untuk mencapai mutu. Takaran untuk variabel ini adalah sekolah memiliki kebijakan mutu, tersedia SDM cukup, cakap dan siap, sekolah memiliki harapan prestasi yang tinggi, fokus pada pelanggan, dan sekolah memiliki imput manajemen. Paradigma, yakni imput-proses-output, dengan masing-maisng indikatornya. Yang menjadi inti pada MBS ini adalah otonomi dan pengambilan keputusannya, yakni, mandiri hampir dalam segala aspek, termasuk sangat memungkinkan untuk mencari uang sendiri.
Diantara segalanya itu uang, adalah faktor utama sekali, harus menjadi prioritas utama pemerintah daerah. Mari kita mulai membangun daerah lewat pendidikan, tumpahkan segala perhatian kepada pendidikan. biarlah kita ulang “berakit-rakit kehlu berenang-renang ketepian, biarlah bersakit kita dahulu asalkan anak cucu serta para cicit kita senang di kemudian hari”.

Minggu, 01 Mei 2011

Komunikasi dalam administrasi pendidikan


KOMUNIKASI DALAM ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Oleh: Saiful Bahri, S.Pd.I
A.    Latar Belakang Masalah
               Komunikasi merupakan sarana untuk terjalinnya hubungan antar seseorang dengan orang lain, dengan adanya komunikasi maka terjadilah hubungan sosial, karena bahwa manusia itu adalah sebagai makluk social, di antara yang dengan yang lainnya saling membutuhkan, sehingga terjadinya interaksi yang timbalk balik.
Dalam hubungan seseorang dengan orang lain tentunya terjadinya proses komunikasi itu tentunya tidak terlepas dari tujuan yang menjadi topik atau pokok pembahasan, dan juga untuk tercapainya proses penyampaian informasi itu akan berhasil apabila ditunjang dengan alat atau media sebagai sarana penyaluran informasi atau berita.
Dalam kenyataannya bahwa proses komunikasi itu tidak selama lancar , hal terjadi dikarenakan kurangnya memperhatikan unsur-unsur yang mestinya ada dalam proses komunikasi.
                Dari uraian tersebut, bahwa dalam komunikasi itu perlu diperhatikan mengenai unsure-unsur yang berkaitan dengan proses komunikasi, baik itu oleh komunikator maupun oleh komunikan, dan juga bahwa komunikator harus memahami dari tujuan komunikasi.
  
B.    Pembatasan Masalah
               Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi masalahnya sebagai berikut :
a.     Pengertian Komunikasi
b.     Tujuan dan unsure-unsur komunikasi
c.     Fungsi-fungsi komunikasi
d.     Efektivitas proses komunikasi dalam menajemen pendidikan.

C.    Tujuan Penulisan Makalah
               Sesuai dengan permasalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penulisan ini diarahkan untuk :
a.     Untuk mengetahui arti komunikasi
b.     Untuk mengetahui tujuan dan unsure-unsur komunikasi
c.     Untuk mengetahui fungsi-fungsi komunikasi
d.     Untuk mengetahui efektivitas proses komunikasi dalam manajemen pendidikan
       
D.    Sistematika Penulisan
               Sebagai langkah akhir dalam penulisan makalah ini, maka klasifikasi sistematika penulisannya meliputi bab I Pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan, bab II diibahas tentang pengertian komunikasi, tujuan dan unsure-unsur komunikasi komunikasi, fungsi-fungsi komunikasi, dan efektivitas proses komunikasi dalam manajemen pendidikan, dan bab III merupakan bab terakhir dalam penulisan makalah ini yang berisikan tentang kesimpulan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hakikat Pemimpin
               Dalam prose interaksi antara individu yang satu dengan yang lainya terjadi komunikasi dalam rangka penyampaian informasi. Menurut Oteng Sutisna mengemuakakan bahwa “Komunikasi ialah proses menyalurkan informasi, ide, penjeleasan, perasaan, pertanyaan dari orang ke orang lain atau dari kelompok ke kelompok. Ia adalah proses interaksi antara orang-orang atau kelompok-kelompok yang ditujukan untuk mempengaruhi sikap dan perilaku orang-orang dan kelompok-kelompok di dalam suatu organisasi”.
Berdasarkan dari pengertian tersebut, jelaslah bahwa dalam setiap hubungan antara orang-orang atau kelompok-kelompok akan terjadinya komunikasi dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan, baik itu dalam bentuk informasi atau berita maupun yang sifatnya berkaitan dengan pribadi dalam mengutarakan perasaan pribadi, gagasan, dan ide kepada orang lain.
Selanjutnya menurut Aristoteles yang dikutif oleh Marsetio Donosepoetro mengartikan “Rhetoric dengan komunikasi, yang artinya sebagai segala usaha dan kemampuan seseorang untuk persuasi”.
Dari uraian tersebut, bahwa komunikasi merupakan sebagai usaha yang dilakukan oleh seseorang dengan tidak terlepas dari kemampuan yang dimilikinya untuk berkomunikasi terhadap orang lain di dalam menyampaikan tujuan yang diinginkan. Dengan demikian bahwa komunikasi dalam setiap bentuknya adalah suatu proses yang hendak mempengaruhi sikap dan perbuatan orang-orang yang menjadi lawan bicara atau lawan untuk berkomunikasi.
B.    Tujuan dan Unsur-Unsur Komunikasi
               Komunikasi merupakan suatu yang sangat pokok dalam setiap hubungan orang-orang, begitu pula dalam suatu organisasi terjadinya komunikasi tentunya ada tujuan yang ingin dicapai. Hal sesuai dengan pendapat Maman Ukas mengemukakan tujuan komunikasi sebagai berikut :
1.      Menentapkan dan menyebarkan maksud dari pada suatu usaha.
2.      Mengembangkan rencana-rencana untuk mencapai tujuan.
3.      Mengorganisasikan sumber-sumber daya manusia dan sumber daya lainnya seperti efektif dan efisien.
4.      Memilih, mengembangkan, menilai anggota organisasi.
5.      Memimpin, mengarahkan, memotivasi dan menciptakan suatu iklim kerja di mana setiap orang mau memberikan kontribusi.

Selanjutnya Oteng Sutisna mengemukakan bahwa dalam proses komunikasi tentunya memerlukan unsur-unsur komunikasi, yaitu :
1.      Harus ada suatu sumber, yaitu seorang komunikator yang mempunyai sejumlah kebutuhan, ide atau infromasi untuk diberikan.
2.      Harus ada suatu maksud yang hendak dicapai, yang umumnya bias dinyatakan dalam kata-kata permbuatan yang oleh komunikasi diharapkan akan dicapai.
3.      Suatu berita dalam suatu bentuk diperlukan untuk menyatakan fakta, perasaan, atau ide yang dimaksud untuk membangkitkan respon dipihak orang-orang kepada siapa berita itu idtujukan.
4.      Harus ada suatu saluran yang menghubungkan sumber berita dengan penerima berita.
5.      Harus ada penerima berita. Akhirnya harus ada umpan balik atau respon dipihak penerima berita. Umpan balik memungkinkan sumber berita untuk mengetahui apakah berita itu telah diterima dan dinterprestasikan dengan betul atau tidak.

Berdasarkan dari unsure-unsur tersebut, jelaslah bahwa dalam kegiatan komunikasi itu di dalamnya terdapat unsure-unsur yang ada dalam komunikasi, baik itu unsur sumber yang merupakan sebagai komunikator yang memiliki informasi atau berita yang akan disapaikan terhadap penerima informasi dengan melalui atau menggunakan saluran atau media komunikasi, antar unsur yang satu dengan yang lainnya jelas sekali adanya suatu keterkaitan, dan apabila salah satu unsur itu tidak ada kemungkinan proses komunikasi akan mengalami hambatan.
C.    Fungsi-Fungsi Komunikasi
Sesuai dengan tujuan dari komunikasi, maka dalam suatu organisasi komunikasi mempunyai beberapa fungsi. Hal ini sebagaimana menurut Maman Ukas bahwa fungsi komunikasi adalah :
1.      Fungsi informasi
2.      Fungsi komando akan perintah
3.      Fungsi mempengaruhi dan penyaluran
4.      Fungsi integrasi

Dari fungsi komunikasi tersebut, bahwa fungsi informasi, dengan melalui komunikasi maka apa yang ingin disampaikan oleh narasumber atau pemimpin kepada bawahannya dapat diberikan dalam bentuk lisan ataupun tertulis. Melalui lisan manajer atau pemimpin dengan bawahan dapat berdialog langsung dalam menyampaikan gagasan dan ide.
Fungsi komando akan perintah tentunya berkaitan dengan kekuasaan, di mana kekuasaan orang adalah hak untuk memberi perintah kepada bawahan di mana para bawahan tunduk dan taat dan disiplin dalam menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Suatu perintah akan berisikan aba-aba untuk pelaksanaan kerja yang harus dipahami dan dimengerti serta yang dijalankan oleh bawahan. Dengan perintah terjadi hubungan atasan dan bawhaan sebagai yang diberikan tugas.
Dalam fungsi pengaruh berarti memasukan unsure-unsur yang meyakinkan dari pada atasan baik bersifat motivasi maupun bimbingan, sehingga bawahan merasa berkewajiban harus menjalankan pekerjaan atau tugas yang harus dilaksanakannya. Dan dalam mepengaruhi bahwa komunikator harus luwes untuk melihat situasi dan kondisi di mana bawahan akan diberikan tugas dan tanggung jawab, sehingga tidak merasa bahwa sebenarnya apa yang dilakukan bawahannya itu merupakan beban, ia akan merasakan tugas dan tanggung jawab.
Pada fungsi integrasi bahwa organisasi sebagai suatu sistem harus berintegrasi dalam satu total kesatuan yang saling berkaitan dan semua urusan satu sama lain tak dapat dipisahkan, oleh karena itu orang-orang yang berada dalam suatu organisasi atau kelompok merupakan suatu kesatuan sistem, di mana seseorang itu akan saling berhubungan dan saling memberikan pengaruh kepada satu sama lain dalam rangka terciptanya suatu proses komunikasi untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. 
D.    Efektivitas Proses Komunikasi dalam Manajemen Pendidikan
Dalam prosesnya bahwa komunikasi merupakan suatu proses social untuk mentranmisikan atau menyampaikan perasaan atau informasi baik yang berupa ide-ide atau gagasan-gagasan dalam rangka mempengaruhi orang lian. Agar komunikasi berjalan efektif, komunikator hendaknya mampu mengatur aliran pemberitaan ke tiga arah, yakni ke bawah, ke atas, ke samping atau mendatar. Bagi setiap orang atau kelompok dalam organisasi hendaknya mungkin untuk berkomunikasi dengan setiap orang atau kelompok lain, dan untuk menenrima respon sikap, itu diminta oleh komuniktor.
Menurut Marsetio Donosepoetro mengemukakan bahwa dalam proses komunikasi ada beberapa ketentuan, antara lain :
1.      Karena komunikasi mempunyai suatu maksud, maka suatu messege atau stimulus selalu ditujukan kepada sekumpulan orang tertentu. Ini disebut penerima yang terntetu.
2.      Komunikator berkeinginan menimbulkan suatu respon kepada penerima yang sesuai dengan maksud yang dibawakan oleh messege atau stimulus tertentu.
3.      Suatu komunikasi dinyatakan berhasil jika respon yang timbul pada penerima, sesuai dengan maksud komunikasi

Dalam melaksanakan suatu program pendidikan aktivitas menyebarkan, menyampaikan gagasan-gagasan dan maksud-maksud ke seluruh struktur organisasi sangat penting. Proses komunikasi dalam menyampaikan suatu tujuan lebih dari pada sekedar menyalurkan pikiran-pikiran atau gagasan-gagasan dan maksud-maksud secara lisan atau tertulis.
Komunikasi secara lisan pada umumnya lebih mendatangkan hasil dan pengertian yang jelas dari pada secara tertulis. Demikian pula komunikasi secara informal dan secara formal mendatangkan hasil yang berbeda pengaruh dan kejelasannya.
Terjadinya proses komunikasi dalam organisasi atau lembaga itu bisa terjadi secara formal maupun secara informal, sebagai mana menurut Oteng Sutisna mengemukan bahwa “Komunikasi formal terjadi, dalam memilih informasi untuk keperluan pelaporan, penyimpangan bias dengan mudah menyelinap. Selanjutnya biasanya orang ingin mendengar laporan-laporan yang menyenangkan. Akibatnya ialah sering pemindahan informasi yang diperindah atau dibiaskan.”
 Dalam struktur komunikasi harus adanya suatu jaminan informasi dan pikiran-pikiran akan mengalir bebas ke semua arah yang diperlukan, baik itu ke bawah, ke atas, dann ke samping. Satu saluran komunikasi formal tertentu atau lebih ke dan dari setiap personal atau anggota adalah perlu. Saluran-saluran itu hendaknya perlu dipahami oleh setiap anggota. Garis-garis komunikasi hendaknya dibuat sependek dan selangsung mungkin. Hendaknya mungkin bagi semua anggota untuk bertindak sebagai sumber komunikasi maupun sebagai penerima.
Selanjutnya menurut Maman Ukas bahwa “Komunikasi informal adalah komunikasi yang tidak resmi dan terjadinya pada saat organisasi saling bertukar pikiran, saran ide, atau informasi secara pribadi.” Komunikasi informal ini tentunya dengan cara melakukan pendekatan secara kekeluargaan atau hubungan sosial tidak secara formal.
Menurut Oteng Sutisna bahwa “Sistem komunikasi informal menyalurkan informasi dan pikiran-pikiran penting yang tak terpikirkan orang untuk disalurkan secara formal, memupuk ikatan dan persahabatan yang membantu bagi hubungan-hubungan insani yang baik
Jika komunikator menaruh perhatian kepada saluran-saluran komunikasi informal, ia akan mengetahui kepentingan dan perhatian personil serta sikap mereka terhadap organisasi dan masalah-masalahnya, lagi pula komunikasi informal itu membawa kepada putusan-putusan yang dibuat di antara orang-orang pada tahap organisasi yang sama.
Dalam kegitan suatu organisasi atau lembaga khusunya dalam hal pengelolaan pendidikan tentunya tidak terlepas dengan komunikasi. Oleh sebab itu suatu manajemen pendidikan akan berhasil apabilla terjadinya suatu proses komunikasi yang baik dan sesuai dengan harapan, di mana gagasan-gagasan atau ide dibahas dalam suatu musyawarah antara komunikator dengan komunikan, sehingga terjadi pemahaman tentang informasi atau segala sesuatu hal menjadi pokok dari pembahasan untuk mengarah pada  kesepakatan dan kesatuan dalam pendapat.
Berdasarkan hal tersebut, bahwa tujuan dari suatu organisasi atau instansi tentunya dapat tercapai secara optimal apabila proses komunikasinya lancar tanpa adanya suatu hambatan, walaupun ada hambatan, maka komunikator dan komunikan harus dengan cermat segera mengatasi permasalahan yang menyebabkan terjadi suatu hambatan, sehingga proses komunikasi dapat berlangsung.
Dalam prosesnya komunikasi itu terbagai dalam 2 macam komunikasi, yaitu komunikasi aktif dan komunikasi pasit. Komunikasi aktif merupakan suatu proses komunikasi yang berlangsung dengan aktif antara komunikator dengan komunikan, di manan antara keduanya sama-sama aktif berkomunikasi, sehingga terjadi timbal balik di antara keduanya. Sedangkan komunikasi pasif terjadi di mana komunikator menyampaikan informasi atau ide terhadap halayaknya atau komunikan sebagai penerima informasi, akan tetapi komunikan tidak mempunyai kesempatan untuk memberikan respon atau timbal balik dari proses komunikasi.


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    KESIMPULAN
                Komunikasi ialah proses menyalurkan informasi, ide, penjeleasan, perasaan, pertanyaan dari orang ke orang lain atau dari kelompok ke kelompok. Ia adalah proses interaksi antara orang-orang atau kelompok-kelompok yang ditujukan untuk mempengaruhi sikap dan perilaku orang-orang dan kelompok-kelompok di dalam suatu
         Komunikasi merupakan suatu yang sangat pokok yang dalam prosesnya ada tujuan komunikasi, yaitu :
1.      Menentapkan dan menyebarkan maksud dari pada suatu usaha.
2.      Mengembangkan rencana-rencana untuk mencapai tujuan.
3.      Mengorganisasikan sumber-sumber daya manusia dan sumber daya lainnya seperti efektif dan efisien.
4.      Memilih, mengembangkan, menilai anggota organisasi.
5.      Memimpin, mengarahkan, memotivasi dan menciptakan suatu iklim kerja di mana setiap orang mau memberikan kontribusi.
Di samping tujuan tersebut, unsur-unsur komunikasi meliputi ; harus ada suatu sumber, harus ada suatu maksud atau tujuan, adanya suatu berita atau informasi, harus ada suatu saluran atau media komunikasi, dan harus ada penerima berita.  
Sesuai dengan tujuannya bahwa  terjadinya komunikasi mempunyai beberapa fungsi, antara lain : fungsi informasi, fungsi komando akan perintah, fungsi mempengaruhi dan penyaluran, dan fungsi integrasi.
 Proses komunikasi dalam organisasi atau lembaga itu bisa terjadi secara formal maupun secara informal. Satu saluran komunikasi formal tertentu atau lebih ke dan dari setiap personal atau anggota adalah perlu. Saluran-saluran itu hendaknya perlu dipahami oleh setiap anggota. Garis-garis komunikasi hendaknya dibuat sependek dan selangsung mungkin. Hendaknya mungkin bagi semua anggota untuk bertindak sebagai sumber komunikasi maupun sebagai penerima.
Sistem komunikasi informal menyalurkan informasi dan pikiran-pikiran penting yang tak terpikirkan orang untuk disalurkan secara formal, memupuk ikatan dan persahabatan yang membantu bagi hubungan-hubungan insani yang baik.
Proses komunikasi akan efektif apabila komunikator melakukan perananya, sehingga terjadinya suatu proses komunikasi yang baik dan sesuai dengan harapan, di mana gagasan-gagasan atau ide dibahas dalam suatu musyawarah antara komunikator dengan komunikan, dan terjadi pemahaman tentang informasi atau segala sesuatu hal menjadi pokok dari pembahasan untuk mengarah pada  kesepakatan dan kesatuan dalam pendapat. Selanjutnya bahwa dalam proses komunikasi terbagai dalam dua macam, yang meliputi komunikasi aktif dan komunikasi pasif.
B.  Saran-Saran 
Berdasarkan pada uraian tersebut, maka penulis menyampaikan saran-saran yang berkaitan dengan proses komunikasi dalam manajemen pendidikan sebagai berikut:
1.      Komunikator hendaknya memiliki kemampuan dalam proses penyampaian informasi, dan menggunakan saluran atau alat bantu komunikasi sesuai dengan kebutuhan, sehingga dapat efektif dan efisien.
2.      Komunikan hendaknya mememahi keberadaannya sebagai penerima pesan atau informasi.
3.      Dalam proses komunikasi hendaknya terjalin kerjasama yang baik, sehingga kegiatan komunikasi terjadi aktif tidak pasif, sehingga terjadinya timbal balik dan tercapainya tujuan yang telah diteapkan.

DAFTAR PUSTAKA
Arief Furchan, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004).

Burhanuddin, Analisis Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, (Malang : Bumi Aksara, 1994).

Dadang Sulaeman dan Sunaryo, Psikologi Pendidikan, (Bandung : IKIP Bandung, 1983).

I.Nyoman Bertha, Filsafat dan Teori Pendidikan, (Bandung : FIP IKIP Bandung, 1983).

M. Ngalim Purwanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta : Mutiara Sumber-Sumber Benih Kecerdasan, 1981).

Maman Suherman, Pengembangan Sarana Belajar, (Jakarta : Karunia, 1986).

Maman Ukas, Manajemen Konsep, Prinsip, dan Aplikasi, (Bandung : Ossa Promo, 1999).

Marsetio Donosepoetro, Manajemen dalam Pengertian dan Pendidikan Berpikir, (Surabaya : 1982).

Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya, 1996).

Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional, (Bandung : Angkasa, 1983).

Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Konteporer, (Bandung : Alfabeta, 2005).

Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah (Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995.

Oten Stuisna, Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional, (Bandung : Angkasa, 1983) h. 190.

Marsetio Donosepoetro, Manajemen dalam Pengertian dan Pendidikan Berpikir, (Surabaya : 1982) h. 35.

Maman Ukas, Manajemen Konsep, Prinsip, dan Aplikasi, (Bandung : Ossa Promo, 1999) h. 314-315.

Oteng Sutisna, Op.cit., h. 192.
Maman Ukas, Op. cit., h. 315.

Marsetio Donosepoetro, Op. cit., h. 37.
Oteng Sutisna, Op. cit., h. 195.
Maman Ukas, Op. cit., h. 317.
Oteng Sutisna, Op. cit., h. 197.